Rabu, 05 Mei 2010

Bab I

Laporan pendahuluan


I.   POLIP HIDUNG

A. Definisi
Polip nasi adalah massa lunak yang tumbuh di dalam rongga hidung. Kebanyakan polip berwarna putih bening atau keabu – abuan, mengkilat, lunak karena banyak mengandung cairan (polip edematosa). Polip yang sudah lama dapat berubah menjadi kekuning – kuningan atau kemerah – merahan, suram dan lebih kenyal (polip fibrosa).
Polip kebanyakan berasal dari mukosa sinus etmoid, biasanya multipel dan dapat bilateral. Polip yang berasal dari sinus maksila sering tunggal dan tumbuh ke arah belakang, muncul di nasofaring dan disebut polip koanal.


B. Etiologi
Polip hidung biasanya terbentuk sebagai akibat reaksi hipersensitif atau reaksi alergi pada mukosa hidung. Peranan infeksi pada pembentukan polip hidung belum diketahui dengan pasti tetapi ada keragu – raguan bahwa infeksi dalam hidung atau sinus paranasal seringkali ditemukan bersamaan dengan adanya polip. Polip berasal dari pembengkakan lapisan permukaan mukosa hidung atau sinus, yang kemudian menonjol dan turun ke dalam rongga hidung oleh gaya berat. Polip banyak mengandung cairan interseluler dan sel radang (neutrofil dan eosinofil) dan tidak mempunyai ujung saraf atau pembuluh darah. Polip biasanya ditemukan pada orang dewasa dan jarang pada anak – anak. Pada anak – anak, polip mungkin merupakan gejala dari kistik fibrosis.
Yang dapat menjadi faktor predisposisi terjadinya polip antara lain :
1. Alergi terutama rinitis alergi.
2. Sinusitis kronik.
3. Iritasi.
4. Sumbatan hidung oleh kelainan anatomi seperti deviasi septum dan hipertrofi konka.

C. Patofisiologi
Pada tingkat permulaan ditemukan edema mukosa yang kebanyakan terdapat di daerah meatus medius. Kemudian stroma akan terisi oleh cairan interseluler, sehingga mukosa yang sembab menjadi polipoid. Bila proses terus berlanjut, mukosa yang sembab makin membesar dan kemudian akan turun ke dalam rongga hidung sambil membentuk tangkai, sehingga terbentuk polip.
Polip di kavum nasi terbentuk akibat proses radang yang lama. Penyebab tersering adalah sinusitis kronik dan rinitis alergi. Dalam jangka waktu yang lama, vasodilatasi lama dari pembuluh darah submukosa menyebabkan edema mukosa. Mukosa akan menjadi ireguler dan terdorong ke sinus dan pada akhirnya membentuk suatu struktur bernama polip. Biasanya terjadi di sinus maksila, kemudian sinus etmoid. Setelah polip terrus membesar di antrum, akan turun ke kavum nasi. Hal ini terjadi karena bersin dan pengeluaran sekret yang berulang yang sering dialami oleh orang yang mempunyai riwayat rinitis alergi karena pada rinitis alergi terutama rinitis alergi perennial yang banyak terdapat di Indonesia karena tidak adanya variasi musim sehingga alergen terdapat sepanjang tahun. Begitu sampai dalam kavum nasi, polip akan terus membesar dan bisa menyebabkan obstruksi di meatus media.

II. Anastesi umum
Anastesi umum adalah tindakan menghilangkan rasa nyeri/sakit secara sentral disertai hilangnya kesadaran dan dapat pulih kembali (reversibel). Komponen obat anestesi ideal (trias anestesi) terdiri dari hipnotik analgesia dan releksasi otot, didapatkan menggunakan obat-obatan yang berbeda secarah terpisah. Teknik ini sesuai untuk prosedur pembedahan tertentu untuk mengendalikan pernapasan. Dalam anestesi umum pasien dapat bernafas spontan, dibantu atau dikontrol oleh anestesiologis. Prosedur pembedahan yang memerlukan pelumpuhan otot seperti bedah thorax, atau bedah abdomen yang luas diperlukan control pernapasan yang adekuat. Sementara itu untuk pembedahan dimana pasien masih sufisien untuk bernapas spontan, sehingga relaksan otot tidak diperlukan lagi dan dapat menghemat biaya anestesi. Sebagian besar obat-obat anestesi menyebabkan depresi fungsi respirasi secara sentral. Anestesi umum dibagi menjadi 2 menurut cara pemberiannya yaitu pemberian secara intravena dan secara inhalasi.
A.    Anestesi Inhalasi
Obat anestesi inhalasi yang pertama kali digunakan untuk membantu pembedahan adalah N2O, kemudian menyusul eter, kloroform, etil klorida, etilen, sikloropan, trikloro etilen, fluoroksan, etil-vinil-eter, halotan, metoksifluran, enfluran, isofluran, desfluran, dan sevofluran. Halotan digunakan untuk menginduksi dan mempertahankan anestesi. Penggunaan halotan merupakan kontra indikasi pada pasien kelainan jantung (hipotensi, aritmia), gangguan hepar, dan demam tinggi, sebelumnya ada riwayat hiperpireksia (suhu badan melebihi 41,1 derajat celcius) ganas atau rentan terhadap hipertermia malignan. Induksi : 2-4 % halotan (anak-anak 1,5-2 % halotan) dalam O2 atau O2/N2O. Hal-hal ini yang perlu diperhatikan adalah :
a. hindari penggunaan berulang dalam jangka waktu 3 bulan
b. gunakan hiperventilasi sedang selama bedah saraf
c. pastikan kecukupan ventilasi ruangan
d. hindari pemakaian pada kehamilan dan menyusui
e.dapat mengganggu kemampuan mengendrai kendraan dan mengoperasikan mesin.
f. fekromositoma, myastenia gavis.
Interaksi obat :
a. mempotensiasi aksi relaksan otot non depolarisasi
b. meningkatkan efek relaksan otot aminoglikosida
c. meningkatkan sensitifitas miokardium terhadap adrenalin, simtomitetika lainnya, aminofilin dan theofilin, anti depresan trisiklik.
d. memperparah hipotensi yang disebabkan oleh efek pemblokan ganglionik tubokurarin.


Efek samping halotan :
a. bradikardi dan hipotensi selama induksi
b. aritmia jantung selama anestesi
c. hiperpireksia ganas jarang terjadi
d. kerusakan hati
e. menggigil selama pemulihan
f. mual dan muntah setelah operasi
B. Anestesi Intravena
Anestesi intravena selain untuk induksi juga dapat dipakai untuk rumatan, tambahan analgesi regional atau membantu prosedur diagnostic. Obat-obatan yang sering dipakai adalah thiopental, ketamin, propofol, dan opioid.
Ketamin dapat menyebabkan takikardia, hipertensi, hipersalivasi, nyeri kepala, dan pasca anestesi dapat menyebabkan mual muntah, pandangan kabur, dan mimpi buruk (halusinasi). Sehingga kontra indikasi untuk pasien hipertensi. Bila hendak diberikan sebelumnya sebaiknya diberikan sedasi (midazolam).
Propofol dikemas dalam cairan emulsi lemak berwarna putih susu bersifat isotonic dan hanya boleh diencerkan dengan menggunakan dekstrose 5%. Untuk induksi, opioid (morfin, petidin, pentanil) diberikan dalam dosis tinggi. Opioid tidak mengganggu kardiovaskuler, sehingga sering digunakan untuk induksi pasien dengan kelainan jantung.
   
III. Intubasi ETT
Intubasi trakea  adalah tindakan memasukkan pipa endrotrakeal kedalam trakea sehingga jalan nafas bebas hambatan dan nafas mudah dibantu dan dilkendalikan.
A. Tujuan :
a. Membersihkan saluran trakeabronkial
b. Mempertahankan jalan napas agar tetap adekuat
c. Mencegah aspirasi
d. Mempermudah pemberian ventilasi dan oksigenisasi
B. Indikasi :
a. Tindakan resusitasi
b. Tindakan anestesi
c. Pemeliharaan jalan napas
d. Pemberian ventilasi mekanis jangka panjang
C. Persiapan set intubasi :
Sebelum mengerjakan intubasi dapat diingat kata STATICS
S          = Scope, Laringoscop dan Stetoskop
T          = Tubes, Pipa Endotrakeal
A          = Air Way, Pipa oroparing/Nosoparing, Ambubag
T          = Tape, Plester
I           = Indroducer, Stilet , Mandrin
C         = Conektor/sambungan-sambungan
S          = Suction, Penghisap Lendir

a. Laringoskop
- Blade lengkung (macintos) biasa digunakan laringoscop
  dewasa
- Blade lurus, laringoskopi dengan blode lurus (misalnya
  blade magill). Biasanya digunakan pada bayi dan anak.
b. Pipa Endotrakeal
Terbuat dari karet atau plastik, pipa plastik yang sekali pakai untuk operasi tertentu, misalnya didaerah kepala dan leher dibutuhkan pipa yang tidak bisa tertekuk yang mempunyai spiral nilon atau besi. Untuk mencegah kebocoran balon (cuff) pada ujung distal . pada anak-anak pipa endotrakeal tanpa balon. Ukuran laki-laki dewasa berkisar 8,0-9,0 mm, wanita 7,5-8,5 mm. untuk intubasi oral panjang pipa yang masuk 20-23 cm. 
c. Pipa orofaring/nasoparing
Alat ini dugunakan untuk mencegah obstruksi jalan nafas karena jatuhnya lidah.
d. Plester, untuk memfiksasi pipa trakea setelah tindakan intubasi
e. Stilet atau forcep intubasi
Digunakan untuk mengatur kelengkungan pipa endotrakeal sebagai alat bantu saat insersi pipa. Forcep intubasi (magill/digunakan untuk memanipulasi pipa endotrakeal nasal atau pipa nasogastrik melalui orofaring
e.    Alat penghisap (suction ).digunakan untuk membersihkan jalan napas



D. Komplikasi :
Komplikasi tindakan intubasi trakea dapat terjadi saat dilakukan tindakan laringoskopi dan intubasi. Selama pipa endotrakal dimasukkan dan setelah extubasi. 


A. Komplikasi tindakan laringoskopi dan intubasi :
1. Malposisi : intubasi esopagus, intubasi endobrokial malposisi laryngeal cuff.
2. Trauma jalan napas: kerusakan gigi, laserasi bibir, lidah atau mukosa mulut, 
    cedera  tenggorok, dislokasi mandibula, dan diseksi retrofaringeal.
3. Gangguan refleks : hipertensi, takikardi, tekanan intra kranial  meningkat,
     tekanan intra okular meningkat ,spasme laring.
4. Malfungsi tuba : perforasi cuff.

B. Komplikasi pemasukan pipa endotrakeal :
1. Malposisi : ekstubasi yang terjadi sendiri, intubasi ke endobronkial,   malposisi laryngeal cuff.
2. Trauma jalan nafas : inflamasi dan ulserasi mukosa, serta ekskoriasi kulit    hidung
3. Malfungsi tube : obstruksi.

C. Komplikasi setelah ekstubasi :
1. Trauma jalan nafas : edema dan stenosis (glotis, subglotis atau trakhea), suara serak/parau ( granuloma atau paralisis pita suara ), malfungsi dan aspirasi laring.
2. Gangguan refleks : spasme laring.





Bab II  
Tinjauan Kasus

I.  Pengkajian Keperawatan
A.   Identitas Pasien
Nama                           : Nn. I
Umur                           : 26 th
Jenis Kelamin  : Perempuan
Pekerjaan                    : Wiraswasta
Agama                         : Islam
Alamat                         : Jln. Mitagen, borangan manisrengo klaten
No. RM                        : 1465232
Tanggal Masuk RS      : 18 April 2010
Diagnosa Medis          : Polip nasi dextra
BB                               : 62 Kg

B.   Anamnesa
Data diambil dari rekam medis pada tanggal 27 April 2010 dan auto anamnesa.
-        Keluhan utama : Adanya benjolan lunak pada rongga hidung.
-        Riwayat penyakit sekarang : Mengeluh hidung buntu, sering meler, bau ( - ), berlendir encer ( + ),pusing ( + ) dan kadang-kadang bersin.
-        Riwayat penyakit dahulu : Hidung sering buntu kira2 6 thn terakhir, kedua hidung secret encer.
-        Riwayat kebiasaan sehari-hari : Tidak merokok, tidak minum alcohol, tidak pernah minum obat-obat penenang,narkotik.
-        Riwayat kesehatan keluarga : Tidak ada menderita kelainan seperti hipertensi maligna, sesak napas, kencing manis, penyakit jantung, alergi obat dan tidak ada menderita penyakit yang sama.

C.   Pemeriksaan Fisik
Keadaan umum                   : Baik
Kesadaran                           : Compos mentis, GCS : E4, V5, M6, jumlah 15.
Vital Sign                              : TD = 120/80 mmHg, Nadi = 88x/mnt,
RR = 24x/mnt, T = 36,5 0 C, BB: 62 Kg.
Status Generalis
1. Pemeriksaan Kepala
- Bentuk kepala     : Mesochepal, simetris.
- Rambut               : Warna hitam, bersih.
- Nyeri tekan          : Tidak ada
2. Pemeriksaan Mata 
- Palpebra             : Edema ( - ), ptosis (-/-)
- Konjunctiva         : tidak anemis
- Sklera                  : tidak ikterik
- Pupil                    : Reflek cahaya (+/+), isokor Ø 3 mm.
3. Pemeriksaan Telinga
- Otore (-/-), deformitas (-/-), nyeri tekan (-/-)
4. Pemeriksaan Hidung
- Napas cuping hidung (-/-), deformitas (-/-), rinore (-/-),
- sumbatan (+/-)
5. Pemeriksaan Mulut dan Faring
- Bibir sianosis (-), lidah tak ada kelainan: dbn, gigi   palsu (-)
- kesulitan buka mulut (-), uvula jelas kelihatan,
- gigi masih lengkap.
6. Pemeriksaan Leher
- Deviasi trakea (-)
- Kelenjar lympha : Tidak membesar, nyeri (-)
- JPV tidak meningkat
- Tidak ada gangguan fleksi extensi leher
7. Pemeriksaan Dada
a). Paru-paru
·         Inspeksi       : Simetris ki/ka, retraksi (-), ketinggalan gerakan (-)
·         Palpasi        : Vokal fremitus kanan dan kiri sama
·         Perkusi        : Sonor pada seluruh lapang paru
·         Aauskultasi: Suara dasar Vesikuler (+/+), Wheezing (-/-),Ronki (-/-)





b). Jantung
·         Inspeksi       : Iktus cordis tidak tampak
·         Palpasi        : Iktus cordis teraba di SIC V Linea
  Mid Klavikularis, kuat angkat (+), tidak melebar
·         Perkusi :
v  Batas Jantung Kanan Atas : SIC II parasternalis    dextra
v  Batas Jantung Kanan Bwh: SIC IV, ± 2 cm parasternalis dextra
v  Batas Jantung Kiri Atas : SIC II Mid Klavikula sinistra
·         Auskultasi   : S1 dan S2 normal, irama regular, bising (-)
8. Pemeriksaan Abdomen
a)    Inspeksi           : dinding abdomen sejajar dada
b)    Palpasi            : nyeri tekan (-), hepar tidak teraba,lien tidak teraba
c)    Perkusi            : timpani
d)    Auskultasi        : peristaltik usus (+)
9. Pemeriksaan Ekstremitas
a)    Superior          : Deformitas (-), jari tabuh (-), ikterik (-)
b)    Inferior : Deformitas (-), sianosis (-), ikterik (-)
10. Muskuloskletal       : Nyeri otot (-), nyeri sendi (-)

D.  Resume (data fokus) Anamnesa dan pemeriksaan fisik
1.    Anamnesa
Seorang pasien wanita berusia 26 tahun dengan keluhan benjolan pada lubang hidung,dirasakan sejak 6 tahun yang lalu , terasa nyeri, pasien merasa takut, cemas menghadapi operasi.

2.    Pemeriksaan Fisik pre operasi
a.    Keadaan umum : Baik, kesadaran : kompos mentis, GCS : 15 (E4, V5, M6)
b.    TD : 120/80 mmHg
c.    Nadi : 88x/menit
d.    RR : 24x/menit
e.    Suhu : 36,5OC
f.      BB : 62 Kg
g.    Pemeriksaan dada : Dalam batas normal
h.    Pemeriksaan Abdomen : Dalam batas normal
i.      Ekstremitas : Dalam batas normal
j.      Pemeriksaan Penunjang : Dalam batas normal

E.  Pemeriksaan Penunjang
A. Laboratorium
a. Hematologi
Hb                                : 11,4  g/dl
Gol. Darah                   : (B)
Leukosit                       :  11,840/ml
Gula darah sewaktu    :  102 mgr%

b. Kimia Darah
Ureum                         : 22,4 mgr%
Creatinin                      : 0.80 mgr%
SGOT                          : 17 U/I
SGPT                          : 18 U/I
N                                  : 131.000
K                                  : 4.200
c. Serologi
HbsAg                         : ( - )
d. Hormonal
T3                                : 1,04 µg/ml
T4                                : 6,72 µg/ml
TSHS                          : 0,42 µg/ml
e. Radiologi & EKG                : foto paru dan jantung dalam batas normal, tidak ada pembesaran jantung, gambaran EKG tidak ada kelainan


II. Diagnosa Medis       : Polip nasi dextra
Tindakan            : Exsisi
















  1. PRE ANESTESI

a.    Persiapan bangsal
v  Pasien masuk RS tanggal 23 April 2010.
v  Informed Consent/persetujuan tindakan anestesi dan operasi, memberi tahu pasien tentang prosedur yang akan dilakukan dan kemungkinan resiko yang akan terjadi.
v  Dilakukan visite preop dan dilakukan pemeriksaan vital sign : TD 120/80 mmHg, Nadi 88x/menit, Respirasi 24x/menit, suhu subfebris.
v  Dilakukan pemeriksaan fisik dan status mental pasien untuk menentukan ASA dan rencana obat-obatan  dan teknik anestesi yang akan dilakukan, pada pasien ini di rencanakan general anestesi dengan intubasi, ASA I.
v  Pasien diberi tahu untuk puasa (makan dan minum) selama 8 jam pada malam sebelum pelaksanaan operasi, mulai puasa jam  24.00 wib.
v  Dilakukan pemasangan infus RL 20 tpm
v  Melengkapi pemeriksaan penunjang (laboratorium, radiologi, EKG dll).
v  Mempersiapkan persediaan darah gol. B
v  Pasien diberi tahu supaya tidak menggunakan lipstic, cat kuku, gigi palsu jika ada,kontak lensa jika ada pada saat mau operasi.
v  Persiapan pakaian operasi.

A.    Analisa data


Data
Masalah
Etiologi
DS :
Pasien mengatakan takut karena akan di lakukan pembiusan dan operasi.
DO :
-       Terlihat gelisah
-       TD 120/80.
-       Nadi 88 x/mt, resp 24x/mt


Cemas

Kurang pengetahuan masalah pembiusan dan operasi


A.    Rumusan Diagnosa Keperawatan
1.    Cemas berhubungan dengan kurang pengetahuan masalah pembiusan dan operasi.

B.    Perencanaan Pre Anestesi

No
Diagnosa
Tujuan
Intervensi
1
Cemas b/d kurang pengetahuan masalah pembiusan dan operasi ditandai dengan :
DS :
Pasien mengatakan takut karena akan di lakukan pembiusan dan operasi.
DO :
-       Terlihat gelisah
-       TD 120/80.
-       Nadi 88x/mt
-       Resp 24 x/mt
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 15 menit cemas berkurang/hilang dengan kriteria :
-    Pasien menyatakan tahu tentang proses kerja obat anestesi.
-    Pasien menyatakan siap dilakukan pembiusan .
-    Pasien mengkomunikasikan perasaan negatif sec.tepat.
-    Pasien tampak tenang dan koopertif.
-    Tanda-tanda vital normal.
1.   Kaji tingkat kecemasan
2.   Orientasi dengan tim anestesi/kamar operasi.
3.   Jelaskan jenis prosedur tindakan anestesi yang akan dilakukan
4.   Beri dorongan pasien untuk menggungkapkan perasaan
5.   Dampingi pasien untuk mengurangi rasa cemas
6.   Ajarkan teknik relaksasi
7.   Kolaborasi untuk pemberian obat penenang.










C.   Pelaksanaan dan Evaluasi Pre Anestesi

Tanggal/Jam
Implementasi
Evaluasi
26 April 2010
11.00 WIB.
1.   mengkaji tingkat kecemasan
2.   mengorientasikan dengan tim anestesi/kamar operasi.
3.   menjelaskan jenis prosedur tindakan anestesi yang akan dilakukan
4.   memberi dorongan pasien untuk menggungkapkan perasaan
5.   mendampingi pasien untuk mengurangi rasa cemas
6.   mengajarkan teknik relaksasi
7.   mengkolaborasi untuk pemberian obat penenang.
S :
-      pasien mengatakan sudah tidak cemas/takut.
-      Pasien mengatakan sudah tahu ttg prosedur pembiusan dan operasi
O :
-    Wajah terlihat tenang
-    TD 120/80, Nadi 88 x/mt, resp 24 x/mt
A :Masalah sudah teratasi
P :Hentikan intervensi.


     II.        INTRA ANESTESI

Data fokus:
A . Persiapan di ruang operasi
1.    Persiapan alat dan obat
v  Mesin anestesi lengkap : 1. Sumber gas,penunjuk aliran gas/flow meter, dan alat penguap/vaporizer. 2. Sistem napas, yang terdiri dari sistem lingkar dan sistem magill. 3. Alat yang menghubungkan sistem napas dengan pasien, yaitu sungkup muka (face nask), pipa endotrakhea (endotracheal tube)
v  Obat-obatan premedikasi ( fentanyl, miloz).
v  Obat-obatan induksi (porpofol)
v  Maintenence : Anestesi inhalasi (isoflurane) dan N20
v  Obat-obatan emergency (adrenalin, ephedrin, dexamethason, dopamine, sulfas atropin, prostigmin)
v  Stetoskop, laringoskop, endotracheal tube no. 6, 6.5 dan 7, stilet, guedel, plester, suction, face mask, stilet, spuit, oksigen kanul, ambu bag, tensi meter, saturasi oksigen.
v  Monitor


2.    Persiapan Pasien
v  Pasien tiba dikamar operasi pada tanggal 26 April 2010 pukul 08.30 wib dalam keadaan sadar, terpasang infus RL 20 tpm.
v  Pemeriksaan ulang status pasien untuk memastikan kelengkapan persiapan administrasi.
v  Pastikan kebenaran pasien dengan status yang dibawa petugas.
v  Memastikan puasa pasien cukup, tidak ada gigi palsu,berat badan 62 kg.
v  Pasien ditidurkan di atas meja operasi dengan daerah operasi bebas dari pakaian.
v  Dilakukan pemasangan dan pemeriksaan vital sign : TD 120/90, nadi 88x/menit, saturasi oksigen 100%
v  Pasien diberi tahu tangan dan kaki pasien akan diikat untuk menjaga keamanan supaya tidak jatuh.

2. Durante Operasi
  1. Premedikasi
v  Pasien diberikan injeksi pentanil 75 mikrogram, miloz 25 mg, Setelah diberikan premedikasi dilakukan pengukuran vital sign (tekanan darah, nadi, respirasi, dan saturasi oksigen).

  1. Induksi anestesi
v  Pasien diminta berdo’a, alat-alat intubasi dekatkan dengan kepala pasien.
v  Pasien diinduksi dengan injeksi profopol 70 mg (dosis 1-2 mg/Kg BB), dilanjutkan dengan pemberian obat pelumpuh otot atracorium 30mg.
v  Setelah pasien terinduksi, dengan tanda reflek bulu mata menghilang, berikan oksigen 100% selama 3 menit. Kemudian setelah hilang fasikulasi (setelah  30 detik) dan leher pasien sudah tidak kaku kita lakukan pemasangan ET (endotracheal tube) no. 07 dengan menggunakan laringoskop. Setelah intubasi dilakukan ET dikunci dengan menggembungkan balon ET dengan udara dalam spuit hingga suara desis napas hilang, kemudian connector ET dihubungkan dengan korogatet mesin anestesi untuk mendapatkan O2, setelah itu dilakukan auskultasi paru kanan dan kiri untuk mengetahui apakah ET sudah terpasang dengan benar.

B. Maintenance anestesi
v  Dilakukan pemeliharaan anestesi dengan kombinasi inhalasi isoplurane, dinaikkan perlahan-lahan hingga 2 vol% (napas spontan) dan sesuaikan dengan keadaan pasien. Bila anestesinya terlalu dalam maka isopluren diturunkan begitu pula sebaliknya. Lalu berikan pula N2O : O2 dengan perbandingan 50:50. Pada pasien ini diberikan N2O sebesar 2 liter/menit, dan O2 sebesar 2 liter/menit.
v  Selama maintenance selalu diperhatikan monitor tanda-tanda vital, vital sign diset otomatis dan dicatat setiap 5 menit.
v  Selama operasi
Tekanan darah dan nadi di monitor tiap 5 menit:
- lima menit I               : 120/90 mmHg, nadi 88x/mnt, SpO2 100%
- lima menit II               : 106/66 mmHg, nadi 96x/mnt, SpO2 100%
- lima menit III :  92/50  mmHg, nadi 88x/mnt, SpO2 98%
- lima menit IV             :  87/49  mmHg, nadi 73x/mnt, SpO2 98%
- lima menit V              :  91/49  mmHg, nadi 71x/mnt, SpO2 99%
- lima menit VI             :  93/74 mmHg, nadi 77x/mnt,  SpO2 99%
- lima menit VII            : 100/74 mmHg, nadi 80x/mnt, SpO2 99%
- lima menit VIII            : 106/60 mmHg, nadi 82x/mnt, SpO2 99%
- lima menit I X            :   92/80 mmHg, nadi 84x/mnt, SpO2 100%
- lima menit  X             :   87/72 mmHg, nadi 84x/mnt, SpO2 100%
- lima menit XI             :   97/55 mmHg, nadi 86x/mnt, SpO2  99%
- lima menit XII            : 101/65 mmHg, nadi 77x/mnt, SpO2 100%
- lima menit XIII            : 111/76 mmHg, nadi 82x/mnt, SpO2 100%
Respirasi rate 16-24x/ menit dan terpasang oksigen nasal 2L/ mnt
Perdarahan selama operasi ± 200 cc.
Pasien tidak tampak hipoksia.
Pembedahan dilakukan selama 1 jam 5 menit
Tidak tampak sesak nafas.
Tidak tampak tanda-tanda hipovolemic
Intake IVFD RL 1000 CC

A.    Analisa Data Intra Anestesi

Data
Masalah
Etiologi
DS:
DO:
-       Gelisah
-       Penurunan suara nafas
-       Perubahan frekuensi nafas


Bersihan jalan nafas tidak efektif

Mukus banyak, sekresi tertahan efek dari general anestesia


B.    Rumusan Diagnosa Keperawatan
1.    Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan mukus banyak, sekresi tertahan efek dari general anestesi



C.   Perencanaan Intra Anestesi

No
Diagnosa
Tujuan
Intervensi
1
Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan mukus banyak, sekresi tertahan efek dari general anestesi
DS:
DO:
-       Gelisah
-       Penurunan suara nafas
-       Perubahan frekuensi nafas

Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1 x 30 menit  bersihan jalan nafas efektif, dengan kriteria
-   pola nafas normal; frekuensi, kedalaman dan irama.
-   Suara nafas bersih
-   Tidak sianosis
1.   Atur posisi pasien
2.   Pantau tanda-tanda ketiak efektifan pola nafas
3.   Pantau respirasi dan status oksigenisasi
4.   Buka jalan nafas bersihkan sekresi
5.   Beri pemasangan pipa endotrakea
6.   Auskultasi suara nafas
7.   pantau status oksigenisan
8.   pantau hemodinamik





D.   Pelaksanaan dan Evaluasi Intra Anestesi

Tanggal / Jam
Implementasi
Evaluasi
27 April 2010
09.00 WIB





1.   Atur posisi pasien
2.   Pantau tanda-tanda ketiak efektifan pola nafas
3.   Pantau respirasi dan status oksigenisasi
4.   Buka jalan nafas bersihkan sekresi
5.   Beri pemasangan pipa endotrakea
6.   Auskultasi suara nafas
7.   pantau status oksigenisan
8.   pantau hemodinamik

S : -
O :
-    Jalan nafas efektif
-    Reguler
-    Tidak sianosis
-    87/49  mmHg, nadi 73x/mnt
-    Sp O2 98 %
-    Stridor ( - )
A :
Masalah teratasi
P :
pertahankan intervensi.



  1. PASCA ANESTESI

Data Fokus Pasca Anestesi
3. Post Operasi
v  Setelah operasi selesai isoplurane diturunkan secara bertahap sampai mencapai 0 vol% N2O diturunkan hingga 0 liter/menit, sementara itu O2 dinaikkan menjadi 6 liter/menit.
v  Setelah pasien mulai sadar dilakukan ekstubasi. Sebelum ET dilepas dilakukan pembersihan jalan napas dari lendir dengan menggunakan suction sampai bersih supaya pernapasan lancar, kemudian balon ET dikempeskan kemudian baru dilepaskan.
v  Setelah ekstubasi pasien tetap diberikan O2 selama kurang lebih 10 menit.
v  Pasien dipindahkan ke ruang pemulihan (recovery room), dilakukan pemantauan keadaan umum, tingkat kesadaran, dan vital sign setiap 5 menit dalam 15 menit pertama atau hingga stabil , setelah itu dilakukan setiap 15 menit. Pulse oximetry dimonitor hingga pasien sadar penuh sampai pemulihan anestesi maksimal.
v  Setelah berada di recovery room dilakukan penilaian aldrete score, hingga nilai >8, maka pasien dapat dipindahkan ke ruang perawatan (bangsal).











Tabel 1. Aldrette Score
Nilai
2
1
0
Kesadaran
Sadar, orientasi baik
Dapat dibangunkan
Tak dapat dibangunkan
Warna kulit
Merah muda (pink) tanpa O2 SPO2 >92%
Pucat atau kehitaman, perlu O2 agar SPO2 diatas >92%
Sianosis dengan O2, SPO2 tetap <90
Aktivitas
4 ekstremitas bergerak
2 ekstremitas bergerak
Tidak ada ekstremitas yang bergerak
Respirasi
Dapat bernapas dalam dan batuk
Napas dangkal dan sesak napas
Apneu atau obstruksi
Kardiovaskuler
Tekanan darah berubah <20%
TD berubah 20-30%
TD berubah >50%

Kriteria pindah dari rocovery room jika nilai aldrette score mencapai 9 atau 10


A.    Analisa Data Pasca Anestesi

Data
Masalah
Etiologi
DS:
DO:
-       Penurunan tekanan inspirasi/ekspirasi
-       Penurunan ventilasi, dispnoe
-       Frekuensi nafas 22 x / mt
-       SpO2 96 %


Pola nafas tidak efektif

Disfungsi neuromuskuler sekunder terhadap obat pelumpuh otot


B.Rumusan Diagnosa KeperawatanPasca Anestesi

Pola nafas tidak efektif berhubungan denga disfungsi neuromuskeler sekunder terhadap obat pelumpuh otot.

A.    Perencanaan Pasca Anestesi

No
Diagnosa
Tujuan
Intervensi
1
Pola nafas tidak efektif berhubungan denga disfungsi neuromuskeler sekunder terhadap obat pelumpuh otot.
DS:
DO:
-       Penurunan tekanan inspirasi/ ekspirasi
-       Penurunan ventilasi, dispnoe
-       Frekuensi nafas 22 x / mt
-       SpO2 96 %


Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1 x 15 menit pola nafas kembali efektif dengan kriteria
-       Frekuensi nafas normal
-       Irama nafas reguler
-       Ekspansi dada simetris
-       Tidak sianosis
-       Auskultasi vesikuler
-       Bersihkan sekret pada jalan nafas; hidung dan oral
-       Beri suplai oksigen 2-3 l/mt.
-       Monitor aliran oksigen
-       Monitor tanda hipoventilasi
-       Monitor ritme, irama, kedalaman, dan usaha respirasi.
-       Monitor pola nafas;takipnoe/apnoe








B.    Pelaksanaan dan Evaluasi Pasca Anestesi

Tanggal / Jam
Implementasi
Evaluasi
27 maret 2010
09.30
WIB
-       membersihkan sekret pada jalan nafas; hidung dan oral
-       memberi suplai oksigen 2-3 l/mt.
-       memonitor aliran oksigen.
-       memonitor tanda hipoventilasi
-       Memonitor ritme, irama,kedalaman, dan usaha respirasi.
-       Memonitor pola nafas;takipnoe/apnoe
S : -
O:
-        Pola nafas efektif

-        Nafas spontan dan teratur

-        Tidak sianosis
-        Reaksi pupil R/L:3/3.

-        TD 106/77, Nadi 86 x/mt, Resp 20 x/mt

-        SpO2 100 %
A:
       Masalah teratasi
P:
       pertahankan intervensi



DAFTAR PUSTAKA

Anonim, 2007;http://www.Wikipedia.com/Anestesiologi

Mansjoer Arif, dkk, 2005; Kapita selekta kedokteran jilid 2 Edisi 3. Media Aesculapius FKUI. Jakarta

Downs, jhon B, 2004; Methode and Apparatus for Breathing during Anesthesia.

Wirjoatmodjo, karjadi, 2000; Anestesiologi dan Reanimasi Modul dasar untuk pendidikan S1 kedokteran. Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Depatemen Pendidikan Nasional, Jakarta, hal 150; 165-67: 169-73
















Mengetahui ,                                                                                  Praktikan

Pembimbing Lapangan : ......................                            ( YANUAR SISWANTO
                                                           
                                                                       

Pembimbing Pendidikan : ......................                                    

                                                   
















LAPORAN KASUS
PRAKTEK KLINIK PERIOPERIATIF

ASUHAN KEPERAWATAN ANESTESI PERIOPERATIF POLIP NASI DEKTRA
PADA Nn.I DENGAN ANESTESI UMUM
DI IBS RSU DR.SARDJITO YOGYAKARTA

Disusun dalam rangka Praktek Klinik Perioperatif II
Prodi D-IV Keperawatan Anestesi Reanimasi


POLTEKKES YGY
 







DISUSUN OLEH :
NAMA :
NIM :
YANUAR SISWANTO
PO7120209056


DEPARTEMEN KESEHATAN RI
POLITEKNIK KESEHATAN DEPKES YOGYAKARTA
JURUSAN KEPERAWATAN D-IV ANESTESI REANIMASI
2010

Tidak ada komentar: