Rabu, 05 Mei 2010

Bab I

Laporan pendahuluan


I.   POLIP HIDUNG

A. Definisi
Polip nasi adalah massa lunak yang tumbuh di dalam rongga hidung. Kebanyakan polip berwarna putih bening atau keabu – abuan, mengkilat, lunak karena banyak mengandung cairan (polip edematosa). Polip yang sudah lama dapat berubah menjadi kekuning – kuningan atau kemerah – merahan, suram dan lebih kenyal (polip fibrosa).
Polip kebanyakan berasal dari mukosa sinus etmoid, biasanya multipel dan dapat bilateral. Polip yang berasal dari sinus maksila sering tunggal dan tumbuh ke arah belakang, muncul di nasofaring dan disebut polip koanal.


B. Etiologi
Polip hidung biasanya terbentuk sebagai akibat reaksi hipersensitif atau reaksi alergi pada mukosa hidung. Peranan infeksi pada pembentukan polip hidung belum diketahui dengan pasti tetapi ada keragu – raguan bahwa infeksi dalam hidung atau sinus paranasal seringkali ditemukan bersamaan dengan adanya polip. Polip berasal dari pembengkakan lapisan permukaan mukosa hidung atau sinus, yang kemudian menonjol dan turun ke dalam rongga hidung oleh gaya berat. Polip banyak mengandung cairan interseluler dan sel radang (neutrofil dan eosinofil) dan tidak mempunyai ujung saraf atau pembuluh darah. Polip biasanya ditemukan pada orang dewasa dan jarang pada anak – anak. Pada anak – anak, polip mungkin merupakan gejala dari kistik fibrosis.
Yang dapat menjadi faktor predisposisi terjadinya polip antara lain :
1. Alergi terutama rinitis alergi.
2. Sinusitis kronik.
3. Iritasi.
4. Sumbatan hidung oleh kelainan anatomi seperti deviasi septum dan hipertrofi konka.

C. Patofisiologi
Pada tingkat permulaan ditemukan edema mukosa yang kebanyakan terdapat di daerah meatus medius. Kemudian stroma akan terisi oleh cairan interseluler, sehingga mukosa yang sembab menjadi polipoid. Bila proses terus berlanjut, mukosa yang sembab makin membesar dan kemudian akan turun ke dalam rongga hidung sambil membentuk tangkai, sehingga terbentuk polip.
Polip di kavum nasi terbentuk akibat proses radang yang lama. Penyebab tersering adalah sinusitis kronik dan rinitis alergi. Dalam jangka waktu yang lama, vasodilatasi lama dari pembuluh darah submukosa menyebabkan edema mukosa. Mukosa akan menjadi ireguler dan terdorong ke sinus dan pada akhirnya membentuk suatu struktur bernama polip. Biasanya terjadi di sinus maksila, kemudian sinus etmoid. Setelah polip terrus membesar di antrum, akan turun ke kavum nasi. Hal ini terjadi karena bersin dan pengeluaran sekret yang berulang yang sering dialami oleh orang yang mempunyai riwayat rinitis alergi karena pada rinitis alergi terutama rinitis alergi perennial yang banyak terdapat di Indonesia karena tidak adanya variasi musim sehingga alergen terdapat sepanjang tahun. Begitu sampai dalam kavum nasi, polip akan terus membesar dan bisa menyebabkan obstruksi di meatus media.

II. Anastesi umum
Anastesi umum adalah tindakan menghilangkan rasa nyeri/sakit secara sentral disertai hilangnya kesadaran dan dapat pulih kembali (reversibel). Komponen obat anestesi ideal (trias anestesi) terdiri dari hipnotik analgesia dan releksasi otot, didapatkan menggunakan obat-obatan yang berbeda secarah terpisah. Teknik ini sesuai untuk prosedur pembedahan tertentu untuk mengendalikan pernapasan. Dalam anestesi umum pasien dapat bernafas spontan, dibantu atau dikontrol oleh anestesiologis. Prosedur pembedahan yang memerlukan pelumpuhan otot seperti bedah thorax, atau bedah abdomen yang luas diperlukan control pernapasan yang adekuat. Sementara itu untuk pembedahan dimana pasien masih sufisien untuk bernapas spontan, sehingga relaksan otot tidak diperlukan lagi dan dapat menghemat biaya anestesi. Sebagian besar obat-obat anestesi menyebabkan depresi fungsi respirasi secara sentral. Anestesi umum dibagi menjadi 2 menurut cara pemberiannya yaitu pemberian secara intravena dan secara inhalasi.
A.    Anestesi Inhalasi
Obat anestesi inhalasi yang pertama kali digunakan untuk membantu pembedahan adalah N2O, kemudian menyusul eter, kloroform, etil klorida, etilen, sikloropan, trikloro etilen, fluoroksan, etil-vinil-eter, halotan, metoksifluran, enfluran, isofluran, desfluran, dan sevofluran. Halotan digunakan untuk menginduksi dan mempertahankan anestesi. Penggunaan halotan merupakan kontra indikasi pada pasien kelainan jantung (hipotensi, aritmia), gangguan hepar, dan demam tinggi, sebelumnya ada riwayat hiperpireksia (suhu badan melebihi 41,1 derajat celcius) ganas atau rentan terhadap hipertermia malignan. Induksi : 2-4 % halotan (anak-anak 1,5-2 % halotan) dalam O2 atau O2/N2O. Hal-hal ini yang perlu diperhatikan adalah :
a. hindari penggunaan berulang dalam jangka waktu 3 bulan
b. gunakan hiperventilasi sedang selama bedah saraf
c. pastikan kecukupan ventilasi ruangan
d. hindari pemakaian pada kehamilan dan menyusui
e.dapat mengganggu kemampuan mengendrai kendraan dan mengoperasikan mesin.
f. fekromositoma, myastenia gavis.
Interaksi obat :
a. mempotensiasi aksi relaksan otot non depolarisasi
b. meningkatkan efek relaksan otot aminoglikosida
c. meningkatkan sensitifitas miokardium terhadap adrenalin, simtomitetika lainnya, aminofilin dan theofilin, anti depresan trisiklik.
d. memperparah hipotensi yang disebabkan oleh efek pemblokan ganglionik tubokurarin.


Efek samping halotan :
a. bradikardi dan hipotensi selama induksi
b. aritmia jantung selama anestesi
c. hiperpireksia ganas jarang terjadi
d. kerusakan hati
e. menggigil selama pemulihan
f. mual dan muntah setelah operasi
B. Anestesi Intravena
Anestesi intravena selain untuk induksi juga dapat dipakai untuk rumatan, tambahan analgesi regional atau membantu prosedur diagnostic. Obat-obatan yang sering dipakai adalah thiopental, ketamin, propofol, dan opioid.
Ketamin dapat menyebabkan takikardia, hipertensi, hipersalivasi, nyeri kepala, dan pasca anestesi dapat menyebabkan mual muntah, pandangan kabur, dan mimpi buruk (halusinasi). Sehingga kontra indikasi untuk pasien hipertensi. Bila hendak diberikan sebelumnya sebaiknya diberikan sedasi (midazolam).
Propofol dikemas dalam cairan emulsi lemak berwarna putih susu bersifat isotonic dan hanya boleh diencerkan dengan menggunakan dekstrose 5%. Untuk induksi, opioid (morfin, petidin, pentanil) diberikan dalam dosis tinggi. Opioid tidak mengganggu kardiovaskuler, sehingga sering digunakan untuk induksi pasien dengan kelainan jantung.
   
III. Intubasi ETT
Intubasi trakea  adalah tindakan memasukkan pipa endrotrakeal kedalam trakea sehingga jalan nafas bebas hambatan dan nafas mudah dibantu dan dilkendalikan.
A. Tujuan :
a. Membersihkan saluran trakeabronkial
b. Mempertahankan jalan napas agar tetap adekuat
c. Mencegah aspirasi
d. Mempermudah pemberian ventilasi dan oksigenisasi
B. Indikasi :
a. Tindakan resusitasi
b. Tindakan anestesi
c. Pemeliharaan jalan napas
d. Pemberian ventilasi mekanis jangka panjang
C. Persiapan set intubasi :
Sebelum mengerjakan intubasi dapat diingat kata STATICS
S          = Scope, Laringoscop dan Stetoskop
T          = Tubes, Pipa Endotrakeal
A          = Air Way, Pipa oroparing/Nosoparing, Ambubag
T          = Tape, Plester
I           = Indroducer, Stilet , Mandrin
C         = Conektor/sambungan-sambungan
S          = Suction, Penghisap Lendir

a. Laringoskop
- Blade lengkung (macintos) biasa digunakan laringoscop
  dewasa
- Blade lurus, laringoskopi dengan blode lurus (misalnya
  blade magill). Biasanya digunakan pada bayi dan anak.
b. Pipa Endotrakeal
Terbuat dari karet atau plastik, pipa plastik yang sekali pakai untuk operasi tertentu, misalnya didaerah kepala dan leher dibutuhkan pipa yang tidak bisa tertekuk yang mempunyai spiral nilon atau besi. Untuk mencegah kebocoran balon (cuff) pada ujung distal . pada anak-anak pipa endotrakeal tanpa balon. Ukuran laki-laki dewasa berkisar 8,0-9,0 mm, wanita 7,5-8,5 mm. untuk intubasi oral panjang pipa yang masuk 20-23 cm. 
c. Pipa orofaring/nasoparing
Alat ini dugunakan untuk mencegah obstruksi jalan nafas karena jatuhnya lidah.
d. Plester, untuk memfiksasi pipa trakea setelah tindakan intubasi
e. Stilet atau forcep intubasi
Digunakan untuk mengatur kelengkungan pipa endotrakeal sebagai alat bantu saat insersi pipa. Forcep intubasi (magill/digunakan untuk memanipulasi pipa endotrakeal nasal atau pipa nasogastrik melalui orofaring
e.    Alat penghisap (suction ).digunakan untuk membersihkan jalan napas



D. Komplikasi :
Komplikasi tindakan intubasi trakea dapat terjadi saat dilakukan tindakan laringoskopi dan intubasi. Selama pipa endotrakal dimasukkan dan setelah extubasi. 


A. Komplikasi tindakan laringoskopi dan intubasi :
1. Malposisi : intubasi esopagus, intubasi endobrokial malposisi laryngeal cuff.
2. Trauma jalan napas: kerusakan gigi, laserasi bibir, lidah atau mukosa mulut, 
    cedera  tenggorok, dislokasi mandibula, dan diseksi retrofaringeal.
3. Gangguan refleks : hipertensi, takikardi, tekanan intra kranial  meningkat,
     tekanan intra okular meningkat ,spasme laring.
4. Malfungsi tuba : perforasi cuff.

B. Komplikasi pemasukan pipa endotrakeal :
1. Malposisi : ekstubasi yang terjadi sendiri, intubasi ke endobronkial,   malposisi laryngeal cuff.
2. Trauma jalan nafas : inflamasi dan ulserasi mukosa, serta ekskoriasi kulit    hidung
3. Malfungsi tube : obstruksi.

C. Komplikasi setelah ekstubasi :
1. Trauma jalan nafas : edema dan stenosis (glotis, subglotis atau trakhea), suara serak/parau ( granuloma atau paralisis pita suara ), malfungsi dan aspirasi laring.
2. Gangguan refleks : spasme laring.





Bab II  
Tinjauan Kasus

I.  Pengkajian Keperawatan
A.   Identitas Pasien
Nama                           : Nn. I
Umur                           : 26 th
Jenis Kelamin  : Perempuan
Pekerjaan                    : Wiraswasta
Agama                         : Islam
Alamat                         : Jln. Mitagen, borangan manisrengo klaten
No. RM                        : 1465232
Tanggal Masuk RS      : 18 April 2010
Diagnosa Medis          : Polip nasi dextra
BB                               : 62 Kg

B.   Anamnesa
Data diambil dari rekam medis pada tanggal 27 April 2010 dan auto anamnesa.
-        Keluhan utama : Adanya benjolan lunak pada rongga hidung.
-        Riwayat penyakit sekarang : Mengeluh hidung buntu, sering meler, bau ( - ), berlendir encer ( + ),pusing ( + ) dan kadang-kadang bersin.
-        Riwayat penyakit dahulu : Hidung sering buntu kira2 6 thn terakhir, kedua hidung secret encer.
-        Riwayat kebiasaan sehari-hari : Tidak merokok, tidak minum alcohol, tidak pernah minum obat-obat penenang,narkotik.
-        Riwayat kesehatan keluarga : Tidak ada menderita kelainan seperti hipertensi maligna, sesak napas, kencing manis, penyakit jantung, alergi obat dan tidak ada menderita penyakit yang sama.

C.   Pemeriksaan Fisik
Keadaan umum                   : Baik
Kesadaran                           : Compos mentis, GCS : E4, V5, M6, jumlah 15.
Vital Sign                              : TD = 120/80 mmHg, Nadi = 88x/mnt,
RR = 24x/mnt, T = 36,5 0 C, BB: 62 Kg.
Status Generalis
1. Pemeriksaan Kepala
- Bentuk kepala     : Mesochepal, simetris.
- Rambut               : Warna hitam, bersih.
- Nyeri tekan          : Tidak ada
2. Pemeriksaan Mata 
- Palpebra             : Edema ( - ), ptosis (-/-)
- Konjunctiva         : tidak anemis
- Sklera                  : tidak ikterik
- Pupil                    : Reflek cahaya (+/+), isokor Ø 3 mm.
3. Pemeriksaan Telinga
- Otore (-/-), deformitas (-/-), nyeri tekan (-/-)
4. Pemeriksaan Hidung
- Napas cuping hidung (-/-), deformitas (-/-), rinore (-/-),
- sumbatan (+/-)
5. Pemeriksaan Mulut dan Faring
- Bibir sianosis (-), lidah tak ada kelainan: dbn, gigi   palsu (-)
- kesulitan buka mulut (-), uvula jelas kelihatan,
- gigi masih lengkap.
6. Pemeriksaan Leher
- Deviasi trakea (-)
- Kelenjar lympha : Tidak membesar, nyeri (-)
- JPV tidak meningkat
- Tidak ada gangguan fleksi extensi leher
7. Pemeriksaan Dada
a). Paru-paru
·         Inspeksi       : Simetris ki/ka, retraksi (-), ketinggalan gerakan (-)
·         Palpasi        : Vokal fremitus kanan dan kiri sama
·         Perkusi        : Sonor pada seluruh lapang paru
·         Aauskultasi: Suara dasar Vesikuler (+/+), Wheezing (-/-),Ronki (-/-)



Kamis, 22 April 2010

Minggu, 18 April 2010

temanku

"Oh lihatlah... lihat dia yang sedang duduk bersandar di kursi itu. Aku rela jika ditakdirkan hidup
menjadi pohon, kemudian dibelah menjadi papan untuk bahan dinding kursi yang dia duduki. Aku ingin merasakan nyaman menopang bahunya, mencium aroma harum rambutnya, mengusap halus kulitnya."

Aku pernah merasakan indahnya cinta dari seorang teman. Terus terang aku banyak belajar dari dia. Tentang bagaimana mengartikan dan memahami kata cinta.

Badrun. Ia teman sejak di semester satu bangku kuliah. Orangnya tampan mempesona. Tubuhnya non kolesterol, asli bentuk atletis. Dia sungguh pandai memainkan kata. Kiasan cinta itu sedemikian rupa dirangkai sehingga indah. Wajar saja jika gadis kampus banyak yang menyukainya. Selama ini, aku hanya bisa bersikap iri di hati yang selama ini ku besar-besarkan saja. Kedengkian menyemut di batin.

Kendati demikian, Si Badrun bukan tipe orang yang suka memanfaatkan kesempatan dalam kesempitan. Ia sangat tahu bagaimana menjaga perasaan wanita. Mulutnya akan berucap lihai. Para wanita akan terperangah mendengar kata-kata penolakan halusnya.

Tapi, belakangan aku menyadari pribadi Badrun sebenarnya. Bahwa ucapan, kata-kata indah dari mulutnya yang selama ini ku dengar, hanya akan mengalir deras kepada wanita yang tidak disukainya.

Belum lama ini, hati Badrun berpaut kepada mahasiswi fakultas kedokteran. Namanya Ratna. Wajahnya putih berseri laksana mega. Otaknya encer. Itu aku tahu persis. Di papan pengumuman, namanya tertera sebagai peraih IPK tertinggi.

Apa kata Badrun tentang dia: "Apakah kau pernah menyaksikan Paris dari puncak Eifel? Itulah Ratna. Dia begitu indah dipandang. Tapi terlalu jauh untuk aku sampai di sana."

"Lantas, kenapa kau tak terjun saja supaya kau cepat sampai?"

"Kamu tidak mengerti. Tentunya aku tidak mungkin mau mati sia-sia dengan menuruti saranmu itu. Aku perlu alat. Ya, semacam permadani terbang yang bisa mendaratkan tubuh dengan mulus ke pelataran kota."

"Maksudmu?"

"He he he... aku butuh kamu sebagai alatku. Aku mengharap kamu bisa menyampaikan pesan perasaanku kepadanya."

Otak kiri ku makin keras bekerja. Mencoba menyerap apa yang disampaikan Badrun barusan.

"Maksudnya, kau ingin aku datang kepada Ratna, dan memberitahukan kepadanya kalau kau suka dia."

"Yap... tepat. Kau ternyata dapat membaca fikiranku."

"Tapi tidak untuk saat ini. Aku tak ingin main langsung begitu saja. Bertahap, tidak langsung main tembak. Aku ingin Ratna terlebih dahulu mengagumiku. Merasakan sedikit tetesan mata air cinta ini."

Sejenak Badrun menghentikan ucapannya. Berjarak sekitar 100 meter di hadapan, Ratna terlihat berjalan kemudian duduk di bangku kayu terletak di tengah taman. Bias cahaya menerpa wajahnya. Rambut lurusya tersibak menutupi bahunya sebelah.

"Oh lihatlah... lihat dia yang sedang duduk bersandar di kursi itu. Aku rela jika ditakdirkan hidup menjadi pohon, kemudian dibelah menjadi papan untuk bahan dinding kursi yang dia duduki. Aku ingin merasakan nyaman menopang bahunya, mencium aroma harum rambutnya, mengusap halus kulitnya."

"Dan coba kau lihat mantel yang dipakainya itu. Oh, andai saja aku terlahir sebagai domba, kan kurelakan si penenun mencukuri bulu-buluku untuk dibuatkan seribu mantel supaya aku selalu dapat menghangatkannya,"

"Tapi kau tak sepenuhnya cinta kepadanya Badrun."

"Siapa bilang? Aku adalah seorang quarterback sejati. Kujaga setiap inci ke incinya rasa cinta ini. Akan banyak hal yang akan menjaga, menjagal setiap yang berusaha meruntuhkan dinding pertahananku. Ya, akan ku jaga meski memang segalanya akan berubah. Akan ku raih kemenangan itu untuknya."

"Tapi engkau quarterback yang bingung harus melempar atau membawa bola hingga mencapai touchdown. Kau tak berpendirian, tak bisa dipakai. Jika kau quarterback sejati, ayo! teroboslah rintangan di hadapanmu. Hantam kemelut malu itu. Langkahkan kakimu berlari. Tapakkan kedua kakimu berdiri di hadapannya."

"Ayolah Badrun, tunjukkanlah rasa itu kepadanya. Sampaikanlah kalimat-kalimat pamungkasmu. Jika kau lupa syair tentang asmara, tak payah soal itu. Cukup kau katakan saja: "Oh Ratna.. Aku mencintaimu".

Tapi Badrun tetaplah dia yang takut kepada wanita yang ia suka. Apa yang ku katakan, baginya bak monster saja. Ia hanya berani menatap, melepaskan pandang kekaguman. Ya, dia laksana pemanah yang tak bisa melepaskan busur ke sasaran. Panah itu diarahkan kepadaku. Dia ingin aku yang melesatkan busur asmara itu.

Sobat, ikatan itu yang membuat aku rela berkata iya akan membantu. Bukan main senangnya Badrun ketika. "Ente memang best friend," katanya. Diraihnya secarik kertas. Tersenyum sumringah bibirnya menorehkan ujung pena ke kertas warna merah muda. Sesekali dia mengernyitkan dahi berfikir entah apa. Aku hanya duduk memandang heran.

"Ini. Tolong engkau sampaikan. Aku tak sabar dia membacanya."

Badrun lantas pergi. Ia nampaka begitu bahagianya. Berjingkrak kecil di jalan beton setapak kampus, lalu menghilang di antara kerumunan mahasiswa lain yang berlagak sibuk. Aku tersenyum. Secarik kertas tanpa nama pengirim yang tadinya dilipat, perlahan ku buka lalu ku baca.

Luar biasa. Sangat sempurna Badrun menggambarkan keindahan Ratna. Kertas itu kembali ku lipat kemudian masuk saku. Sejenak kemudian, aku bersandar di bangku. Wajah Ratna melintas di anganku. Oh, dia memang indah. Indah laksana embun pagi di ujung daun. Kecil, namun hadirnya begitu berarti bagi helai rerumput. Keindahannya juga laksana permata melekat di lengkungan cincin. Ratna, kau memang indah hingga aku tak bisa mengungkapkannya. Andai saja aku bisa melukiskan keindahan Ratna seperti apa yang dilakukan Badrun.

Entah sudah berapa banyak lembaran kertas berisi kata pujangga yang diberikan Badrun kepadaku. Sebanyak jumlah kertas itu pula, aku dan Ratna bertemu. Bercengkrama, bersendagurau, membuat kami kian akrab. Aku merasa intim.

Sementara Badrun, tetaplah sebagai pemuja sejati. Ketika gelak tawa kami pecah di atas bangku taman kampus, Badrun hanya mampu berdiri diantara pokok kayu rindang. Ia hanya berani memandang. Entah di fikirannya apa. Badrun demikian, aku dan Ratna tenggelam, hanyut dalam senda gurau.

"Bagaimana perkembangannya. Apa yang dia katakan tentang surat-surat itu. Sukakah ia. Ayolah cepat kau katakan kepadaku."

"Suka. Ya, dia nampak begitu bahagia larut bersama kata-kata yang kau tulis."

"Terus, apa katanya. Cintakah ia kepadaku?"

"Oh, aku tak tahu soal itu. Bukankah kau bilang bertahap. Bukankah katamu kau akan menembaknya jika Ratna sudah menunjukkan respon."

"Jadi, menurutmu saat ini waktu yang tepat untuk aku menunjukkan siapa sebenarnya aku."

"Iya. Menurutku malah bukan saat ini. Semestinya sedari rasa di hatimu itu muncul."

“Ah, nantilah bro. Aku masih ingin dia menyadari keindahannya dari syair-syairku.”

Demikianlah Badrun. Dia sudah merasa bahagia dengan Ratna mengagumi kata-katanya. Terus terang aku sedih jika mengingat dia. Belakangan dia sudah tidak lagi menuliskan syair terindahnya kepada Ratna. Kata-kata itu, kini terendap dalam di batinnya. Rasa itu sudah dia kubur dalam-dalam. Kata cinta dianggapnya barang najis. Dicampakkan, diinjak-injak laksana sesuatu yang tak berharga.

Dia kini memilih berucap enggan di saat aku mengajaknya berjumpa untuk jalan bersama entah melakukaan aktifitas apalah. Kalau pun mau, aku merasakan sebuah keterpaksaan. Badrun lebih banyak diam. Nyaris tak ada lagi semangat. Bergulir dengan waktu, hubungan kami semakin renggang saja. Hingga akhirnya, antara kami kini sudah tidak terjalin ikatan persahabatan lagi. Entah mengapa, semakin lama Badrun merasa aku sebagai orang asing. Demikian perasaanku kepadanya.

Belum lama ini, aku menyadari mengapa dia sangat-sangat marah. Sebulan yang lalu, dia ternyata sadar jika ternyata syair yang dia rangkai indah di kertas merah muda itu sia-sia belaka. Ratna ternyata meyakini kalan pendekar penyair di kertas itu adalah aku.

Aku merasa sedih harus kehilangan kawan. Aku merasa bersalah kenapa aku tak berterus terang jika ternyata syair-syair indah itu merupakan buah perasaan Badrun.



Sebuah cerita dari temanku andre

Sabtu, 17 April 2010

Jumat, 16 April 2010

LAPORAN KASUS
PRAKTEK KLINIK MATRIKULASI

ASUHAN KEPERAWATAN
PADA NY. M DENGAN CA MAMME
TINDAKAN MASTEKTOMI DENGAN ANESTESI UMUM
DI IBS RSUD KABUPATEN KEBUMEN


 











DISUSUN OLEH :
INDRA DONAL
WAHYUDI
SRI YULIANI
YANUAR SISWANTO


POLITEKNIK KESEHATAN DEP KES
YOGYAKARTA
TAHUN 2010









BAB I
TINJAUAN TEORITIS

A.Pengertian
Ca. Mamae merupakan penyakit keganasan yang paling banyak menyerang wanita., disebabkan karena terjadinya pembelahan sel-sel tubuh secara tidak teratur sehingga pertumbuhan sel tidak dapat dikendalikan dan akan tumbuh menjadi benjolan tumor (kanker).
B.Etiologi
Sebab keganasan pada mamae masih belum jelas, tetapi ada beberapa faktor yang berkaitan erat dengan munculnya keganasan payudara yaitu: virus, faktor lingkungan , faktor hormonal dan familiar;
1.Wanita resiko tinggi dari pada pria (99:1)
2.Usia: resiko tertinggi pada usia diatas 30 tahun
3.Riwayat keluarga: ada riwayat keluarga Ca Mammae pada ibu/saudara perempuan
4.Riwayat meanstrual:
   -early menarche (sebelum 12 thun)
   -Late menopouse (setelah 50 th)
5.Riwayat kesehatan: Pernah mengalami / sedang menderita otipical hiperplasia atau benign proliverative yang lain pada biopsy payudara, Ca. endometrial.
6.Menikah tapi tidak melahirkan anak
7.Riwayat reproduksi: melahirkan anak  pertama diatas 35 tahun.
8.Tidak menyusui
9.Menggunakan obat kontrasepsi oral yang lama, penggunaan therapy estrogen
10.Mengalami trauma berulang kali pada payudara
11.Terapi radiasi; terpapar dari lingkungan yang terpapar karsinogen
12.Obesitas
13.Life style: diet tinggi lemak, mengkomsumsi alcohol (minum 2x sehari), merokok.
14.Stres hebat.
C.  Patofisiologi  Penyakit
Proses terjadinya kanker karena terjadi perubahan struktur sel, dengan ciri : proliferasi yang berlebihan dan tak berguna, yang tak mengikuti pengaruh jaringan sekitarnya. Proliferasi abnormal  sel kanker akan menggangu fungsi jaringan normal dengan menginfiltrasi dan memasukinya dengan cara menyebarkan anak sebar ke organ-organ yang jauh. Di dalam sel tersebut telah terjadi perubahan secara biokimiawi  terutama dalam intinya. Hampir semua tumor ganas tumbuh dari suatu sel yang mengalami transformasi maligna dan berubah menjadi sekelompok sel ganas diantara sel normal.
 D. TANDA DAN GEJALA
1.Terdapat massa utuh kenyal, biasa di kwadran atas bagian dalam, dibawah ketiak bentuknya tak beraturan dan terfiksasi
2.Nyeri di daerah massa
3.Perubahan bentuk dan besar payudara, Adanya lekukan ke dalam, tarikan dan refraksi pada areola mammae
4.Edema dengan “peant d’ orange (keriput seperti kulit jeruk)
5.Pengelupasan papilla mammae
6.Adanya kerusakan dan retraksi pada area puting,
7.Keluar cairan abnormal dari putting susu berupa nanah, darah, cairan encer padahal ibu tidak sedang hamil / menyusui.
8.Ditemukan lessi pada pemeriksaan mamografi
 F.  Komplikasi
Metastase ke jaringan sekitar melalui saluran limfe (limfogen) ke paru,pleura, tulang dan hati.
G.  Penatalaksanaan Medis
Ada 2 macam yaitu kuratif (pembedahan) dan paliatif (non pembedahan).  Penanganan kuratif dengan pembedahan yang dilakukan secara mastektomi parsial, mastektomi total, mastektomi radikal, tergantung dari luas, besar dan penyebaran kanker.  Penanganan non pembedahan dengan penyinaran, kemoterapi dan terapi hormonal.
H. Cara Pencegahan
1.Kesadaran SADARI dilakukan setiap bulan.
2.Berikan ASI pada Bayi.
Memberikan ASIpada bayi secara berkala akan mengurangi tingkat hormone tersebut. Sedangkan kanker payudara berkaitan dengan hormone estrogen.
3.jika menemukan gumpalan / benjolan pada payudara segera kedokter.
4.Cari tahu apakah ada sejarah kanker payudara pada keluarga. Menurut penelitian 10 % dari semua kasus kanker payudara adalah factor gen.
5.Perhatikan konsumsi alcohol. Dalam penelitian menyebutkan alcohol meningkatkan estrogen.
6.Perhatikan BB, obesitas meningkatkan risiko kanker payudara.
7.Olah raga teratur. Penelitian menunjukkan bahwa semakin kurang berolah raga, semakin tinggi tingkat estrogen dalam tubuh.
8.Kurangi makanan berlemak. Gaya hidup barat tertentu nampaknya dapat meningkatkan risiko penyakit.
9.Usia > 50 th lakukan srening payudara teratur. 80% Kanker payudara terjadi pada usia > 50 th
10.Rileks / hindari stress berat. Menurunkan tingkat stress akan menguntungkan untuk semua kesehatan secara menyeluruh termasuk risiko kanker payudara.
II. Anastesi umum
Anastesi umum adalah tindakan menghilangkan rasa nyeri/sakit secara sentral disertai hilangnya kesadaran dan dapat pulih kembali (reversibel). Komponen obat anestesi ideal (trias anestesi) terdiri dari hipnotik analgesia dan releksasi otot, didapatkan menggunakan obat-obatan yang berbeda secarah terpisah. Teknik ini sesuai untuk prosedur pembedahan tertentu untuk mengendalikan pernapasan. Dalam anestesi umum pasien dapat bernafas spontan, dibantu atau dikontrol oleh anestesiologis. Prosedur pembedahan yang memerlukan pelumpuhan otot seperti bedah thorax, atau bedah abdomen yang luas diperlukan control pernapasan yang adekuat. Sementara itu untuk pembedahan dimana pasien masih sufisien untuk bernapas spontan, sehingga relaksan otot tidak diperlukan lagi dan dapat menghemat biaya anestesi. Sebagian besar obat-obat anestesi menyebabkan depresi fungsi respirasi secara sentral. Anestesi umum dibagi menjadi 2 menurut cara pemberiannya yaitu pemberian secara intravena dan secara inhalasi.

A.    Anestesi Inhalasi
Obat anestesi inhalasi yang pertama kali digunakan untuk membantu pembedahan adalah N2O, kemudian menyusul eter, kloroform, etil klorida, etilen, sikloropan, trikloro etilen, fluoroksan, etil-vinil-eter, halotan, metoksifluran, enfluran, isofluran, desfluran, dan sevofluran. Halotan digunakan untuk menginduksi dan mempertahankan anestesi. Penggunaan halotan merupakan kontra indikasi pada pasien kelainan jantung (hipotensi, aritmia), gangguan hepar, dan demam tinggi, sebelumnya ada riwayat hiperpireksia (suhu badan melebihi 41,1 derajat celcius) ganas atau rentan terhadap hipertermia malignan. Induksi : 2-4 % halotan (anak-anak 1,5-2 % halotan) dalam O2 atau O2/N2O. Hal-hal ini yang perlu diperhatikan adalah :
a. hindari penggunaan berulang dalam jangka waktu 3 bulan
b. gunakan hiperventilasi sedang selama bedah saraf
c. pastikan kecukupan ventilasi ruangan
d. hindari pemakaian pada kehamilan dan menyusui
e.dapat mengganggu kemampuan mengendrai kendraan dan mengoperasikan mesin.
f. fekromositoma, myastenia gavis.
Interaksi obat :
a. mempotensiasi aksi relaksan otot non depolarisasi
b. meningkatkan efek relaksan otot aminoglikosida
c. meningkatkan sensitifitas miokardium terhadap adrenalin, simtomitetika lainnya, aminofilin dan theofilin, anti depresan trisiklik.
d. memperparah hipotensi yang disebabkan oleh efek pemblokan ganglionik tubokurarin.
Efek samping halotan :
a. bradikardi dan hipotensi selama induksi
b. aritmia jantung selama anestesi
c. hiperpireksia ganas jarang terjadi
d. kerusakan hati
e. menggigil selama pemulihan
f. mual dan muntah setelah operasi
B. Anestesi Intravena
Anestesi intravena selain untuk induksi juga dapat dipakai untuk rumatan, tambahan analgesi regional atau membantu prosedur diagnostic. Obat-obatan yang sering dipakai adalah thiopental, ketamin, propofol, dan opioid.
Ketamin dapat menyebabkan takikardia, hipertensi, hipersalivasi, nyeri kepala, dan pasca anestesi dapat menyebabkan mual muntah, pandangan kabur, dan mimpi buruk (halusinasi). Sehingga kontra indikasi untuk pasien hipertensi. Bila hendak diberikan sebelumnya sebaiknya diberikan sedasi (midazolam).
Propofol dikemas dalam cairan emulsi lemak berwarna putih susu bersifat isotonic dan hanya boleh diencerkan dengan menggunakan dekstrose 5%. Untuk induksi, opioid (morfin, petidin, pentanil) diberikan dalam dosis tinggi. Opioid tidak mengganggu kardiovaskuler, sehingga sering digunakan untuk induksi pasien dengan kelainan jantung.
   
III. Intubasi ETT
Intubasi trakea  adalah tindakan memasukkan pipa endrotrakeal kedalam trakea sehingga jalan nafas bebas hambatan dan nafas mudah dibantu dan dilkendalikan.
A. Tujuan :
a. Membersihkan saluran trakeabronkial
b. Mempertahankan jalan napas agar tetap adekuat
c.  Mencegah aspirasi
d. Mempermudah pemberian ventilasi dan oksigenisasi
B. Indikasi :
a. Tindakan resusitasi
b. Tindakan anestesi
c. Pemeliharaan jalan napas
d. Pemberian ventilasi mekanis jangka panjang

C. Persiapan set intubasi :
Sebelum mengerjakan intubasi dapat diingat kata STATICS
S          = Scope, Laringoscop dan Stetoskop
T          = Tubes, Pipa Endotrakeal
A         = Air Way, Pipa oroparing/Nosoparing, Ambubag
T          = Tape, Plester
I           = Indroducer, Stilet , Mandrin
C         = Conektor/sambungan-sambungan
S          = Suction, Penghisap Lendir

a. Laringoskop
- Blade lengkung (macintos) biasa digunakan laringoscop
  dewasa
- Blade lurus, laringoskopi dengan blode lurus (misalnya
  blade magill). Biasanya digunakan pada bayi dan anak.
b. Pipa Endotrakeal
Terbuat dari karet atau plastik, pipa plastik yang sekali pakai untuk operasi tertentu, misalnya didaerah kepala dan leher dibutuhkan pipa yang tidak bisa tertekuk yang mempunyai spiral nilon atau besi. Untuk mencegah kebocoran balon (cuff) pada ujung distal . pada anak-anak pipa endotrakeal tanpa balon. Ukuran laki-laki dewasa berkisar 8,0-9,0 mm, wanita 7,5-8,5 mm. untuk intubasi oral panjang pipa yang masuk 20-23 cm. 
c. Pipa orofaring/nasoparing
Alat ini dugunakan untuk mencegah obstruksi jalan nafas karena jatuhnya lidah.
d. Plester, untuk memfiksasi pipa trakea setelah tindakan intubasi
e. Stilet atau forcep intubasi
Digunakan untuk mengatur kelengkungan pipa endotrakeal sebagai alat bantu saat insersi pipa. Forcep intubasi (magill/digunakan untuk memanipulasi pipa endotrakeal nasal atau pipa nasogastrik melalui orofaring
e.       Alat penghisap (suction ).digunakan untuk membersihkan jalan napas

D. Komplikasi :
Komplikasi tindakan intubasi trakea dapat terjadi saat dilakukan tindakan laringoskopi dan intubasi. Selama pipa endotrakal dimasukkan dan setelah extubasi. 


A. Komplikasi tindakan laringoskopi dan intubasi :
1. Malposisi : intubasi esopagus, intubasi endobrokial malposisi laryngeal cuff.
2. Trauma jalan napas: kerusakan gigi, laserasi bibir, lidah atau mukosa mulut, 
    cedera  tenggorok, dislokasi mandibula, dan diseksi retrofaringeal.
3. Gangguan refleks : hipertensi, takikardi, tekanan intra kranial  meningkat,
     tekanan intra okular meningkat ,spasme laring.
4. Malfungsi tuba : perforasi cuff.

B. Komplikasi pemasukan pipa endotrakeal :
1. Malposisi : ekstubasi yang terjadi sendiri, intubasi ke endobronkial,   malposisi laryngeal cuff.
2. Trauma jalan nafas : inflamasi dan ulserasi mukosa, serta ekskoriasi kulit    hidung
3. Malfungsi tube : obstruksi.

C. Komplikasi setelah ekstubasi :
1. Trauma jalan nafas : edema dan stenosis (glotis, subglotis atau trakhea), suara serak/parau ( granuloma atau paralisis pita suara ), malfungsi dan aspirasi laring.
2. Gangguan refleks : spasme laring.

IV. Pengkajian Keperawatan
1.      Pengkajian Pre anestesi
      Pasien yang akan menjalani anestesi dan pembedahan [elektif/darurat] harus dipersiapkan dengan baik. Kunjungan praanestesi bertujuan untuk mempersiapkan mental dan fisik pasien secara optimal, merencanakan dan memilih tehnik dan obat – obat anestesi yang sesuai , serta menentukan klasifikasi yang sesuai [berdasarkan klasifakasi ASA] .
A.    Anamnesis (auto dan alloanamnesa)
a)      Identifikasi pasien terdiri nama, umur,alamat, pekerjaan, agama dll
b)      Keluhan saat ini dan tindakan operasi yang akan dihadapi.
c)      Riwayat penyakit yang sedang /pernah diderita yang dapat menjadi penyulit anestesi seperti alergi, diabetes melitus, penyakit paru kronis[asma bronkial, pneumonia, dan bronkitis], penyakit jantung (infark miokard, angina pectoris, dan gagal jantung),hipertensi, penyakit hati,dan penyakit ginjal.
d)     Riwayat obat-obatan yang meliputi alergi obat, intoleransi obat dan obat yang sedang digunakan dan dapat menimbulkan interaksi dengan obat anestesi seperti kostikosteroit, obat anti hipertensi, antidiabetik, antibiotik, golongan amionoglikosida, digitalis, diuretik,obat anti alergi, trankuilizer (obat penenang), monoamino axidase inhibitor [MAO], dan bronkodilator.
e)      Riwayat anestesi/ operasi sebelumnya yang terdiri dari tanggal,jenis pembedahan dan anestesi, komplikasi, dan perawatan intensif pasca bedah.
f)       Riwayat kebiasan sehari-hari yang dapat mempengaruhi tindakan anestesi sepeti merokok, minum alkohol, obat penenang, narkotik , dan muntah.
g)      Riwayat keluarga yang menderita kelainan hipertermi maligna.
h)      Riwayat berdasarkan sistim organ yang meliputi keadaan umum, pernafasan, kardiovascular, ginjal, gastrointestinal, hematologi, neurologi, endokrin, psikiatri, ortopedi dermatologi,.
i)        Makan makan yang terahir dimakan.





B.     Pemeriksaan Fisik
a)      Tinggi dan berat. Untuk memperkirakan dosis obat, terapi cairan yang diperlukan, serta jumlah urine selama dan sesudah pembedaha.
b)      Frekwensi nadi, tekanan darah, pola dan frekwensi pernafasan, serta suhu tubuh.
c)      Jalan nafas [airway]. Daerah kepala dan leher diperiksa untuk mengetahui adanya trimus keadaan gigi geligi, adanya gigi palsu, gangguan fleksi dan exstensi leher, deviasi trakea, massa, dan bruit.
d)     Jantung, untuk mengevaluasi kondisi jantung
e)      Paru- paru, untuk melihat adanya dispnu, ronki,
f)       Abdomen untuk melihat adanya distensi, massa, asites, hernia atau tanda regurgitasi.
g)      Ekstermitas, terutama untuk melihat perfusi distal, adanya jari tabuh, sianosis, dan infeksi, untuk melihat di tempat- tempat pungsi vena atau daerah blok saraf regional.
h)      Punggung bila ditemukan adanya deformitas, memar, atau infeksi.
i)        Neurologis, misalnya status mental, fungsi sraf kranial, kesadaran, dan fungsi sensorik

C.     Pemeriksaan Laboratorium
a)      Rutin : darah [haemoglobin, lekosit, golongan darah, masa perdarahan dan   masa pembekuan]
b)      Urine [protein, reduksi, dan sedimen] .
c)      Foto dada [ terutama untuk bedah mayor].
d)     Elektrokardiografi [untuk pasien berusia diatas 40 tahun].



D.    Khusus : dilakukan bila terdapat riwayat atau indikasi:
a)      Elektrokardiografi pada anak
b)      Spirometri dan bronkosspirometri pada pasien tumor paru.
c)      Fungsi hati pada pasien ikterus
d)     Fungsi ginjal pada pasien hipertensi.

2.      Perencanaan anestesi .
Setelah pemeriksaan dilakukan dan telah didapat gambar tentang keadaan pasien selanjutnya dibuat rencana pemberian obat  dan tehnik anestesi yang akan digunakan. Dengan perencanaan anestesi yang tepat, kemukinan terjadinya komplikasi saat operasi dan pasca operasi dapat dihindari.
 
Rencana anestesi meliputi hal –hal :
a)      Premedikasi
b)      Jenis anestesia :
v   Umum : memperhatikan menajemen jalan nafas [airway],  pemberian obat induksi, rumatan, dan relaksan otot.
v   Anestesi lokal / Regional: perhatikan tehnik dan zat anestetik yang akan digunakan
c)      Perawatan selama anestesi: pemberian oksigen dan sedasi .
d)     Pengaturan intraoperasi: meliputi montoring, keracunan, pengaturan cairan dan penggunakan tehnik khusus.
e)      Pengaturan pascaoperasi meliputi pengendalian nyeri dan perawatan intensif  [ventilasi pascaoperasi dan pengawasan hemodinamik].
f)        

3.      Persiapan preanestesi
1.      Persiapan alat anestesi
·         Mesin anestesi lengkap dengan sumber gas, voporizer, sirkuit, flow meter.
·         Alat untuk pemasangan ETT lengkap (face mask, ETT, laringoskop, guedel, plester, spuit,stilet).
·         Ambu bag
·         Suction lengkap kanul
·         Kanul oksigen
·         Stetoskop
·         Connector
·         Monitor, tensi meter, saturasi oksigen.
2.      Persiapan obat-obatan :
·         Obat premedikasi :
a)      Anti emetik seperti :
v  ondancentron
v  Ranitidin
v  Primperan
b)      Anti Kolinergik :
v  Sulfas Atropin
·         Sedasi : gol benzodiazepin   Diazepam, midazolam
·         Analgesik narkotik :
a)      fentanil
b)      petidin
·         Induksi :
a)      diprivan (propofol)
b)      recofol
c)      ketalar.
·         Relaxon :
a)      Depolorisasi : succinil kolin
b)      Non Depolarisasi :
v  Atracurium
v  Pankuronium
v  Recuronium
·         Obat-obat emergensi :
v  Adrenalin
v  Ephedrin
v  Dexamethason
v  Dopamin
v  Sulfas atropin
v  Prostigmin
3.      Persiapan obat-obat inhalasi :
·         N20 { Nitrogen Oksida}
·         Halothan
·         Ethil klorida ® sudah tidak dianjurkan lagi
·         Eter ® sudah tidak dipakai lagi
·         Enfluren (ethran)
·         Isofluren (forene)
·         Sevofluren

4.      Persiapan pasien :
·         Pengosongan saluran pencernaan pada operasi elektif pasien dewasa puasa 6-8 jam, anak-anak 3-5 jam, jika perlu lavement.
·         Gigi palsu,bulu mata palsu,cincin,gelang dilepas,bahan kosmetik,lipstik cat kuku, lensa kontak jika ada, pencukuran rambut daerah yang akan dioperasi.
·         Kandung kemih dikosongkan bila perlu pasang kateterisasi.
·         Pembuatan informed consent.
·         Pasien masuk kamar operasi mengenakan pakaian khusus.
·         Pemberian obat premedikasi secara intra muskuler atau oral ½ sampai 1 jam sebelum dilakukan induksi anestesi.
·         Pemeriksaan fisik dapat diulang kembali di ruang operasi
·         Keadaan hidarasi pasien dinilai, apakah terdapat hipovolemi pendarahan, diare, muntah atau demam.
·         Akses intravena dipasang  untuk pemberian cairan infus, tranfusi, dan obat-obatan
·         Monitor dipasang EKG, tensi meter, pulse oxymetri.
·         Kelengkapan dan fungsi mesin anestesi serta peralatan untuk intubasi sudah diperiksa .
·         Pipa endotracheal dipilih sesuai dengan pasien baik ukuran, pipa endostracheal diberi pelicin, balon pipa endotrecheol (cuff) diperiksa.
·         Jenis laringoskop, lampu diperiksa fungsinya.

4. Pelaksanaan Anestesi
 A. Tindakan Anestesi dan ETT
1. Persiapan. Pasien dalam posisi tidur terlentang, oksiput di ganjal dengan bantal sehingga kepala dalam posisi extensi serta trakhea dan laringoskop berada dalam satu garis lurus.
2. Oksigenisasi. Setelah dilakukan anestesi  dan diberikan pelumpuh otot lakukan oksigenisasi dengan pemberian O2 100% minimal 2 menit. Sungkup muka dipegang dengan tangan kiri dan balon dengan tangan kanan.
3. Laringoskopi. Mulut pasien dibuka dengan tangan kanan dan gagang laringoskop dipegang dengan tangan kiri. Daun laringoskop dimasukkan dari sudut kanan mulut. Lidah pasien didorong dengan daun tersebut ke kiri dan lapangan pandang akan terbuka. Daun laringoskop didorong ke dalam rongga mulut. Gagang diangkat dengan lengan kiri dan akan terlihat uvula, faring, serta epiglotis. Ekstensi kepala dipertahankan dengan tangan kanan. Epiglotis diangkat sehingga tampat oritenoid dan pita suara yang tampak keputihan berbentuk huruf V.
4. Pemasangan pipa endotrakeal. Pipa dimasukkan dengan tangan kanan melalui sudut kanan mulut sampai balon pipa tepat melewati pita suara. Bila perlu sebelum memasukkan pipa, asisten diminta untuk menekan laring ke posterior sehingga pita suara tampak jelas. Bila mengganggu, stilet dicabut. Ventilasi/oksigenisasi diberikan dengan tangan kanan memompa balon dan tangan kiri mefiksasi pipa. Balon pipa dikembangkan dan laringoskop dikeluarkan. Pipa difiksasikan dengan plester.
5. Mengontrol letak pipa. Dada dipastikan berkembang saat diberikan ventilasi ,waktu dilakukan auskultasi dada dengan stetoskop, diharapkan suara napas kiri dan kanan sama. Bila dada ditekan terasa udara di pipa endotrakeal. Bila terjadi intubasi endobronkial akan terdapat tanda-tanda yaitu suara napas kanan dan kiri berbeda, kadang-kadang timbul wheezing, sekret lebih banyak, tahanan jalan napas terasa lebih berat. Jika ada ventilasi ke satu sisi seperti ini, pipa ditarik sedikit sampai ventilasi kedua paru sama. Bila terjadi intubasi ke esofagus maka daerah epigastrium/gaster mengembang, terdengar suara saat ventilasi (dengan stetoskop), kadang-kadang keluar cairan lambung dan mungkin lama pasien tampak biru. Untuk hal ini pipa dicabut dan tindakan intubasi dilakukan setelah diberi oksigenisasi yang cukup. tindakan intubasi dilakukan lagi.
6. Ventilasi. Pemberian ventilasi sesuai dengan kebutuhan pasien.

B. Rumatan anestesi (maintenance)
Selama operasi berlangsung dilakukan pemantauan anestesi, hal-hal yang dipantau adalah fungsi vital (pernafasan, tekanan darah, nadi) dan keadaan anestesi, gerakan batuk, mengedan, perubahan pola nafas, takikardi, hipertensi, keringat, air mata, medriasis. Ventilasi pada anestesi umum dapat secara spontan, bantu atau kendali tergantung jenis, lama dan posisi operasi. Cairan infus diberikan dengan memperhitungkan kebutuhan puasa, rumatan, perdarahan. Selama pasien dalam anestesi dilakukan pemantauan frekuensi nadi dan tekanan darah. Peningkatan tekanan darah dan frekuensi nadi terjadi bila anestesi kurang dalam. Penurunan tekanan darah dan frekuensi nadi dapat disebabkan karena anestesi terlalu dalam atau terlalu ringan serta kehilangan banyak darah dan cairan.

C. Pemulihan post anestesi
Setelah operasi selesai pasien dibawa ke ruang pemulih (recover room) pacu atau keruangan perawatan intensif (bila ada indikasi). Di ruang pemulihan diakukan pemantauan tekanan darah, nadi, pernafasan, suhu, sensibilitas nyeri, perdarahan dari drain (kalau terpasang).
-        TD, frekuensi nadi, frekuensi nafas, dihitung tiap 5 menit dalam 15 menit pertama atau sampai stabil
-        O2 diberikan 3ltr – 4 ltr/menit.
Bila keadaan umum dan tanda vital pasien normal atau stabil pasien dapat dipindahkan ke ruangan. Kriteria yang digunakan score aldrete, aspek yang dinilai warna, pernafasan, sirkulasi, kesadaran dan aktifitas . Nilai Aldrese diatas 8 pasien boleh dipindahkan ke ruangan.



















BAB II  
TINJAUAN KASUS
I. Pengkajian Keperawatan
1. Identitas Pasien
Nama                           : Ny. M
Umur                           : 50 th
Jenis Kelamin              : Perempuan
Pekerjaan                     : IRT
Agama                         : Islam
Alamat                        : Surorejan Puring Kebumen
No. RM                       : 183571
Tanggal Masuk RS      : 05 April 2010
Diagnosa Medis          : Ca Mamme
BB                               : 65 Kg

II. Anamnesis
Data diambil dari rekam medis pada tanggal 07 Maret 2010 dan auto anamnesa dengan pasien langsung.
  1. Keluhan utama saat ini : Adanya benjolan di payudara kanan
  2. Riwayat penyakit sekarang : Benjolan di payudara kanan, dirasakan sejak 1 tahun yang lalu,benjolan dirasakan terus membesar, dan terasa nyeri.
  3. Riwayat penyakit dahulu :belum pernah menderita penyakit serupa, belum pernah operasi dan di anestesi, tidak pernah sakit jantung, sesak napas/asma, tidak pernah tekanan darah tinggi, tidak ada kencing manis, tidak ada allergi obat dan makanan, tidak pernah sakit kuning,ginjal dan tidak pernah pingsan.
  4. Riwayat kebiasaan sehari-hari : tidak merokok, tidak minum alcohol, tidak pernah minum obat-obat penenang,narkotik.
  5. Riwayat kesehatan keluarga : tidak ada menderita kelainan seperti hipertensi maligna, sesak napas, kencing manis, penyakit jantung, alergi obat dan tidak ada menderita penyakit yang sama.

III. Anamnesis sistemik :
A. Sistem neurologi             : demam (-), pusing (-),kelemahan otot (-),cedera tulang   
belakang (-),nyeri punggung (-)
B. Sistem kardiovaskuler     : nyeri dada (-), berdebar-debar (-), dada terasa
berat/tertekan (-)
C. Sistem respirasi                : sesak napas (-), batuk (-)napas bunyi/mengi (-)
D. Sistem gastrointestinal    : sakit kuning (-) mual (-), muntah(-),
Nyeri tekan perut (-), buang air besar lancar.
E. Sistem urogenital             : buang air kecil lancar
F. Sistem integument           : tidak ada infeksi dan kelainan kulit.
G. Sistem muskuloskletal     : tidak ada kelainan tulang,ujung jari kebiruan(-)
H. Status mental                  : pasien merasa takut dan cemas untuk dioperasi karena   
belum pernah operasi sebelumnya dan takut jika operasi tidak berhasil.
IV. Pemeriksaan Fisik
Keadaan umum                    : Baik
Kesadaran                            : Compos mentis, GCS : 15 (E4, V5, M6)
Vital Sign                             : TD = 120/90 mmHg, Nadi = 90x/mnt,
RR = 24x/mnt, T = 36,5 0 C
BB                                        : 65 Kg

Status Generalis
1. Pemeriksaan Kepala
- Bentuk kepala     : Mesochepal, simetris.
- Rambut               : Warna hitam dan beruban, tidak mudah rontok,
tidak mudah dicabut dan distribusi merata.
- Nyeri tekan         : Tidak ada


2. Pemeriksaan Mata  
- Palpebra              : Edema (-/-), ptosis (-/-)
- Konjunctiva        : Anemis (-/-)
- Sklera                  : Ikterik (-/-)
- Pupil                    : Reflek cahaya (+/+), isokor Ø 3 mm
3. Pemeriksaan Telinga
- Otore (-/-), deformitas (-/-), nyeri tekan (-/-)
4. Pemeriksaan Hidung
- Napas cuping hidung (-/-), deformitas (-/-), rinore (-/-),
- sumbatan (-/-)
5. Pemeriksaan Mulut dan Faring
- Bibir sianosis (-), lidah tremor (-), tonsil : dbn, gigi palsu (-)
- kesulitan buka mulut (-), uvula jelas kelihatan,
- gigi masih lengkap.
6. Pemeriksaan Leher
- Deviasi trakea (-)
- Kelenjar lympha : Tidak membesar, nyeri (-)
- JPV tidak meningkat
- Tidak ada gangguan fleksi extensi leher
7. Pemeriksaan Dada
a)      Paru-paru
·         Inspeksi              : Simetris ki/ka, retraksi (-), ketinggalan gerakan (-)
·         Palpasi                : Vokal fremitus kanan dan kiri sama
·         Perkusi               : Sonor pada seluruh lapang paru
·         Aauskultasi        : Suara dasar Vesikuler (+/+), Wheezing (-/-),Ronki (-/-)
b)                                                 Jantung
·         Inspeksi              : Iktus cordis tidak tampak
·         Palpasi                : Iktus cordis teraba di SIC V Linea
Mid Klavikularis, kuat angkat (+), tidak melebar

·         Perkusi :
v  Batas Jantung Kanan Atas   : SIC II parasternalis    dextra
v  Batas Jantung Kanan Bwh  : SIC IV, ± 2 cm parasternalis dextra
v  Batas Jantung Kiri Atas       : SIC II Mid Klavikula sinistra
·         Auskultasi          : S1 dan S2 normal, irama regular, bising (-)
8. Pemeriksaan Abdomen
a)      Inspeksi           : Dinding abdomen sejajar dada
b)      Palpasi             : Supel, nyeri tekan (-), hepar tidak teraba,lien tidak teraba
c)      Perkusi            : Timpani
d)     Auskultasi       : Peristaltik usus (+)

9. Pemeriksaan Ekstremitas
a)      Superior           : Deformitas (-), jari tabuh (-), ikterik (-)
b)      Inferior            : Deformitas (-), sianosis (-), ikterik (-)
10. Muskuloskletal      : Nyeri otot (-), nyeri sendi (-)

V. Resume (data fokus) Anamnesis dan pemeriksaan fisik
A.     Anamnesa
Seorang pasien wanita berusia 50 tahun dengan keluhan benjolan di dada sebelah kanan,dirasakan sejak 1 tahun yang lalu dan terus membesar, terasa nyeri, pasien merasa takut dan cemas untuk dioperasi karena belum pernah operasi sebelumnya dan takut .

B.     Pemeriksaan Fisik
a.       Keadaan umum : Baik, kesadaran : kompos mentis, GCS : 15 (E4, V5, M6)
b.      TD : 120/90 mmHg
c.       Nadi : 90x/menit
d.      RR : 24x/menit
e.       Suhu : 36,5OC
f.       BB : 65 Kg
g.      Pemeriksaan dada :
Tampak ada pembesaran pada dada sebelah kanan
h.      Pemeriksaan Abdomen : dalam batas normal
i.        Ekstremitas : dalam batas normal
j.        Pemeriksaan Penunjang : dalam batas normal

VI. Pemeriksaan Penunjang
A. Laboratorium
a. Hematologi
Hb                               : 12,7 g/dl
Gol. Darah                  : (A)
Leukosit                      : 7500/ml
Hitung jenis leukosit   : monosit+eosinofil+basofil = 5,1
Limfosit                      : 32,2
Segmen+batang          : 62,7
LED                            : 8-17 mm/jam
Trombosit                    : 289000/mm3
Hematokrit                  : 39,9 mg%
Eritrosit                       : 4.810.000/ml
Gula darah sewaktu    : 82 mgr%

b. Kimia Darah
Ureum                         : 22,4 mgr%
Creatinin                     : 0,6 mgr%
SGOT                          : 18 U/I
SGPT                          : 18 U/I

c. Serologi
HbsAg                         : ( - )


d. Hormonal
T3                                : 1,04 µg/ml
T4                                : 6,72 µg/ml
TSHS                          : 0,42 µg/ml

e. Radiologi & EKG               :  poto paru dan jantung dalam batas normal,
tidak ada pembesaran jantung, gambaran EKG tidak ada kelainan
VII. Diagnosa Medis : Ca mamme
Tindakan            : Mastektomie

  1. PRE ANESTESI

a.       Persiapan bangsal
v  Pasien masuk RS tanggal 5 April 2010
v  Informed Consent/persetujuan tindakan anestesi dan operasi, memberi tahu pasien tentang prosedur yang akan dilakukan dan kemungkinan resiko yang akan terjadi.
v  Dilakukan visite preop dan dilakukan pemeriksaan vital sign : TD 120/90 mmHg, Nadi 90x/menit, Respirasi 24x/menit, suhu subfebris.
v  Dilakukan pemeriksaan fisik dan status mental pasien untuk menentukan ASA dan rencana obat-obatan  dan teknik anestesi yang akan dilakukan, pada pasien ini di rencanakan general anestesi dengan intubasi, ASA I.
v  Pasien diberi tahu untuk puasa (makan dan minum) selama 8 jam pada malam sebelum pelaksanaan operasi, mulai puasa jam  24.00 wib.
v  Dilakukan pemasangan infus RL 20 tpm
v  Melengkapi pemeriksaan penunjang (laboratorium, radiologi, EKG dll).
v  Mempersiapkan persediaan darah gol. A
v  Pasien diberi tahu supaya tidak menggunakan lipstic, cat kuku, gigi palsu jika ada,kontak lensa jika ada pada saat mau operasi.
v  Pencukuran rambut daerah yang akan di operasi, jika perlu lavement
v  Persiapan pakaian operasi.

A.    Analisa data


Data
Masalah
Etiologi
DS :
Pasien mengatakan takut karena akan di lakukan pembiusan dan operasi.
DO :
-       Terlihat gelisah
-       TD 120/90.
-       Nadi 90 x/mt, resp 24x/mt

Cemas
Kurang pengetahuan masalah pembiusan dan operasi

A.    Rumusan Diagnosa Keperawatan
1.      Cemas berhubungan dengan kurang pengetahuan masalah pembiusan dan operasi.

















B.     Perencanaan Pre Anestesi

No
Diagnosa
Tujuan
Intervensi
Rasional
1
Cemas b/d kurang pengetahuan masalah pembiusan dan operasi ditandai dengan :
DS :
Pasien mengatakan takut karena akan di lakukan pembiusan dan operasi.
DO :
-       Terlihat gelisah
-       TD 120/90.
-       Nadi 90x/mt
-       Resp 24 x/mt


Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 15 menit cemas berkurang/hilang dengan kriteria :
-    Pasien menyatakan tahu tentang proses kerja obat anestesi.
-    Pasien menyatakan siap dilakukan pembiusan .
-    Pasien mengkomunikasikan perasaan negatif sec.tepat.
-    Pasien tampak tenang dan koopertif.
-    Tanda-tanda vital normal.
1.  Kaji tingkat kecemasan
2.  Orientasi dengan tim anestesi/kamar operasi.
3.  Jelaskan jenis prosedur tindakan anestesi yang akan dilakukan
4.  Beri dorongan pasien untuk menggungkapkan perasaan
5.  Dampingi pasien untuk mengurangi rasa cemas
6.  Ajarkan teknik relaksasi
7.  Kolaborasi untuk pemberian obat penenang.









C.     Pelaksanaan dan Evaluasi Pre Anestesi

Tanggal/Jam
Implementasi
Evaluasi
07 April 2010
11.00 WIB.
1.  Kaji tingkat kecemasan
2.  Orientasi dengan tim anestesi/kamar operasi.
3.  Jelaskan jenis prosedur tindakan anestesi yang akan dilakukan
4.  Beri dorongan pasien untuk menggungkapkan perasaan
5.  Dampingi pasien untuk mengurangi rasa cemas
6.  Ajarkan teknik relaksasi
7.  Kolaborasi untuk pemberian obat penenang.
S :
-      pasien mengatakan sudah tidak cemas/takut.
-      Pasien mengatakan sudah tahu ttg prosedur pembiusan dan operasi
O :
-    Wajah terlihat tenang
-    TD 120/90.
-    Nadi 90 x/mt
-    Resp 24 x/mt
A :
Masalah sudah teratasi
P :
Hentikan intervensi















  1. INTRA ANESTESI

Data fokus:
b.      Persiapan di ruang operasi
1.      Persiapan alat dan obat
v  Mesin anestesi lengkap : 1. Sumber gas,penunjuk aliran gas/flow meter, dan alat penguap/vaporizer. 2. Sistem napas, yang terdiri dari sistem lingkar dan sistem magill. 3. Alat yang menghubungkan sistem napas dengan pasien, yaitu sungkup muka (face nask), pipa endotrakhea (endotracheal tube)
v  Obat-obatan premedikasi (sulfas atropin, diazepam, sedacum, pethidin).
v  Obat-obatan induksi (recofol, ketalar)
v  Maintenence : Anestesi inhalasi (halotan, isofluran) dan N20
v  Obat-obatan emergency (adrenalin, ephedrin, dexamethason, dopamine, sulfas atropin, prostigmin)
v  Stetoskop, laringoskop, endotracheal tube no. 6, 6.5 dan 7, stilet, guedel, plester, suction, face mask, stilet, spuit, oksigen kanul, ambu bag, tensi meter, saturasi oksigen.
v  Monitor
2.      Persiapan Pasien
v  Pasien tiba dikamar operasi pada tanggal 07 April 2010 pukul 11.30 wib dalam keadaan sadar, terpasang infus RL 20 tpm.
v  Pemeriksaan ulang status pasien untuk memastikan kelengkapan persiapan administrasi.
v  Pastikan kebenaran pasien dengan status yang dibawa petugas.
v  Memastikan puasa pasien cukup, tidak ada gigi palsu,berat badan 65 kg.
v  Pasien ditidurkan di atas meja operasi dengan daerah operasi bebas dari pakaian.
v  Dilakukan pemasangan dan pemeriksaan vital sign : TD 120/91, nadi 63x/menit, saturasi oksigen 100%
v  Pasien diberi tahu tangan dan kaki pasien akan diikat untuk menjaga keamanan supaya tidak jatuh.
2. Durante Operasi
  1. Premedikasi
v  Pasien diberikan injeksi sulfas atropin 0,25mg (2 ampul) intravena, diazepam 60 mg, Setelah diberikan premedikasi dilakukan pengukuran vital sign (tekanan darah, nadi, respirasi, dan saturasi oksigen).

  1. Induksi anestesi
v  Pasien diminta berdo’a, alat-alat intubasi dekatkan dengan kepala pasien.
v  Pasien diinduksi dengan injeksi ketamin 100 mg (dosis 2-2.5 mg/Kg BB), dilanjutkan dengan pemberian obat pelumpuh otot succinilkolin injeksi 60 mg (1-1,5mg/kg BB)
v  Setelah pasien terinduksi, dengan tanda reflek bulu mata menghilang, berikan oksigen 100% selama 3 menit. Kemudian setelah hilang fasikulasi (setelah  30 detik) dan leher pasien sudah tidak kaku kita lakukan pemasangan ET (endotracheal tube) no. 07 dengan menggunakan laringoskop. Setelah intubasi dilakukan ET dikunci dengan menggembungkan balon ET dengan udara dalam spuit hingga suara desis napas hilang, kemudian connector ET dihubungkan dengan korogatet mesin anestesi untuk mendapatkan O2, setelah itu dilakukan auskultasi paru kanan dan kiri untuk mengetahui apakah ET sudah terpasang dengan benar, dilanjutkan dengan pemasangan orofaringeal (guedel).

  1. Maintenance anestesi
v  Dilakukan pemeliharaan anestesi dengan kombinasi inhalasi halotan, halotan dinaikkan perlahan-lahan hingga 2 vol% (napas spontan) dan sesuaikan dengan keadaan pasien. Bila anestesinya terlalu dalam maka halotan diturunkan begitu pula sebaliknya. Lalu berikan pula N2O : O2 dengan perbandingan 50:50. Pada pasien ini diberikan N2O sebesar 3 liter/menit, dan O2 sebesar 3 liter/menit.
v  Selama maintenance selalu diperhatikan monitor tanda-tanda vital, vital sign diset otomatis dan dicatat setiap 5 menit.
v  Selama operasi
Tekanan darah dan nadi di monitor tiap 5 menit:
- lima menit I               : 120/91 mmHg, nadi 91x/mnt, SpO2 100%
- lima menit II             : 122/82 mmHg, nadi 89x/mnt, SpO2100%
- lima menit III            : 117/66  mmHg, nadi 70x/mnt, SpO2 98%
- lima menit IV            : 114/63 mmHg, nadi 68x/mnt, SpO2 98%
- lima menit V             : 112/59 mmHg, nadi 61x/mnt, SpO2 100%
- lima menit VI            : 110/62 mmHg, nadi 58x/mnt, SpO2 99%
- lima menit VII          : 114/66 mmHg, nadi 63x/mnt, SpO2 99%
- lima menit VIII         : 192/163 mmHg, nadi 133x/mnt, SpO2 99%
- lima menit I X           : 166/114 mmHg, nadi 122x/mnt, SpO2 100%
- lima menit  X            : 143/88 mmHg, nadi 110x/mnt, SpO2 100%
- lima menit XI            : 124/85 mmHg, nadi 110x/mnt, SpO2 100%
- lima menit XII          : 128/75 mmHg, nadi 110x/mnt, SpO2 100%
- lima menit XIII         : 124/69 mmHg, nadi 113x/mnt, SpO2 100%
- lima menit XIV         : 128/75 mmHg, nadi 110x/mnt, SpO2 100%
- lima menit XV          : 124/69 mmHg, nadi 118x/mnt, SpO2 100%
- lima menit                 : 129/69 mmHg, nadi 118x/mnt, SpO2 100%

Respirasi rate 16-24x/ menit
Terpasang oksigen nasal 3L/ mnt
Perdarahan selama operasi ± 800 cc.
Pasien tidak tampak hipoksia.
Pembedahan dilakukan selama 1 jam 30 menit
Tidak tampak sesak nafas.
Tidak tampak tanda-tanda hipovolemic
Intake IVFD RL 1500 CC + HES 6 % 500 CC.




A.    Analisa Data Intra Anestesi

Data
Masalah
Etiologi
DS:
DO:
-       Gelisah
-       Penurunan suara nafas
-       Perubahan frekuensi nafas


Bersihan jalan nafas tidak efektif
Mukus banyak, sekresi tertahan efek dari general anestesia

B.     Rumusan Diagnosa Keperawatan
1.      Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan mukus banyak, sekresi tertahan efek dari general anestesi

















C.     Perencanaan Intra Anestesi

No
Diagnosa
Tujuan
Intervensi
Rasional
1
Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan mukus banyak, sekresi tertahan efek dari general anestesi
DS:
DO:
-       Gelisah
-       Penurunan suara nafas
-       Perubahan frekuensi nafas

Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1 x 30 menit  bersihan jalan nafas efektif, dengan kriteria
-   pola nafas normal; frekuensi, kedalaman dan irama.
-   Suara nafas bersih
-   Tidak sianosis
1.  Atur posisi pasien
2.   Pantau tanda-tanda ketiak efektifan pola nafas
3.   Pantau respirasi dan status oksigenisasi
4.   Buka jalan nafas bersihkan sekresi
5.   Beri pemasangan pipa endotrakea
6.   Auskultasi suara nafas
7.   pantau status oksigenisan
8.   pantau hemodinamik













D.    Pelaksanaan dan Evaluasi Intra Anestesi

Tanggal / Jam
Implementasi
Evaluasi
07 April 2010
12.45 WIB





1.   Atur posisi pasien
2.   Pantau tanda-tanda ketiak efektifan pola nafas
3.   Pantau respirasi dan status oksigenisasi
4.   Buka jalan nafas bersihkan sekresi
5.   Beri pemasangan pipa endotrakea
6.   Auskultasi suara nafas
7.   pantau status oksigenisan
8.   pantau hemodinamik

S : -
O :
-    Jalan nafas efektif
-    Reguler
-    Tidak sianosis
-    TD 120/90, Nadi 63 x/mt, Resp 22 x/mt
-    Sp O2 100 %
-    Stridor ( - )
A :
Masalah sudah teratasi
P :
Hentikan intervensi.



  1. PASCA ANESTESI

Data Fokus Pasca Anestesi
3. Post Operasi
v  Setelah operasi selesai halotan diturunkan secara bertahap sampai mencapai 0 vol% N2O diturunkan hingga 0 liter/menit, sementara itu O2 dinaikkan menjadi 6 liter/menit.
v  Setelah pasien mulai sadar dilakukan ekstubasi. Sebelum ET dilepas dilakukan pembersihan jalan napas dari lendir dengan menggunakan suction sampai bersih supaya pernapasan lancar, kemudian balon ET dikempeskan kemudian baru dilepaskan.
v  Setelah ekstubasi pasien tetap diberikan O2 selama kurang lebih 10 menit.
v  Pasien dipindahkan ke ruang pemulihan (recovery room), dilakukan pemantauan keadaan umum, tingkat kesadaran, dan vital sign setiap 5 menit dalam 15 menit pertama atau hingga stabil , setelah itu dilakukan setiap 15 menit. Pulse oximetry dimonitor hingga pasien sadar penuh sampai pemulihan anestesi maksimal.
v  Setelah berada di recovery room dilakukan penilaian aldrete score, hingga nilai >8, maka pasien dapat dipindahkan ke ruang perawatan (bangsal).











Tabel 1. Aldrette Score
Nilai
2
1
0
Kesadaran
Sadar, orientasi baik
Dapat dibangunkan
Tak dapat dibangunkan
Warna kulit
Merah muda (pink) tanpa O2 SPO2 >92%
Pucat atau kehitaman, perlu O2 agar SPO2 diatas >92%
Sianosis dengan O2, SPO2 tetap <90
Aktivitas
4 ekstremitas bergerak
2 ekstremitas bergerak
Tidak ada ekstremitas yang bergerak
Respirasi
Dapat bernapas dalam dan batuk
Napas dangkal dan sesak napas
Apneu atau obstruksi
Kardiovaskuler
Tekanan darah berubah <20%
TD berubah 20-30%
TD berubah >50%

Kriteria pindah dari rocovery room jika nilai aldrette score mencapai 9 atau 10













A.Analisa Data Pasca Anestesi

Data
Masalah
Etiologi
DS:
DO:
-       Penurunan tekanan inspirasi/ ekspirasi
-       Penurunan ventilasi, dispnoe
-       Frekuensi nafas 24 x / mt
-       SpO2 96 %


Pola nafas tidak efektif
Disfungsi neuromuskuler sekunder terhadap obat pelumpuh otot

B.Rumusan Diagnosa KeperawatanPasca Anestesi

Pola nafas tidak efektif berhubungan denga disfungsi neuromuskeler sekunder terhadap obat pelumpuh otot.















A.    Perencanaan Pasca Anestesi

No
Diagnosa
Tujuan
Intervensi
Rasional
1
Pola nafas tidak efektif berhubungan denga disfungsi neuromuskeler sekunder terhadap obat pelumpuh otot.
DS:
DO:
-       Penurunan tekanan inspirasi/ ekspirasi
-       Penurunan ventilasi, dispnoe
-       Frekuensi nafas 24 x / mt
-       SpO2 96 %


Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1 x 15 menit pola nafas kembali efektif dengan kriteria
-       Frekuensi nafas normal
-       Irama nafas reguler
-       Ekspansi dada simetris
-       Tidak sianosis
-       Auskultasi vesikuler
-       Bersihkan sekret pada jalan nafas; hidung dan oral
-       Beri suplai oksigen 2-3 l/mt.
-       Monitor aliran oksigen
-       Monitor tanda hipoventilasi
-       Menitor ritme, irama, kedalaman, dan usaha respirasi.
-       Monitor pola nafas;takipnoe/apnoe











B.     Pelaksanaan dan Evaluasi Pasca Anestesi

Tanggal / Jam
Implementasi
Evaluasi
07
maret 2010
13.15 WIB
-       Bersihkan sekret pada jalan nafas; hidung dan oral
-       Beri suplai oksigen 2-3 l/mt.
-       Monitor aliran oksigen
-       Monitor tanda hipoventilasi
-       Menitor ritme, irama, kedalaman, dan usaha respirasi.
-       Monitor pola nafas;takipnoe/apnoe
S : -
O:
-       Pola nafas efektif
-       Nafas spontan dan teratur
-       Tidak sianosis
-       Reaksi pupil R/L:3/3.
-       TD 127/97, Nadi 97 x/mt, Resp 24 x/mt
-       SpO2 100 %
A:
Masalah sudah teratasi
P:
Hentikan intervensi



DAFTAR PUSTAKA

Anonim, 2007;http://www.Wikipedia.com/Anestesiologi

Mansjoer Arif, dkk, 2005; Kapita selekta kedokteran jilid 2 Edisi 3. Media Aesculapius FKUI. Jakarta

Downs, jhon B, 2004; Methode and Apparatus for Breathing during Anesthesia.

Wirjoatmodjo, karjadi, 2000; Anestesiologi dan Reanimasi Modul dasar untuk pendidikan S1 kedokteran. Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Depatemen Pendidikan Nasional, Jakarta, hal 150; 165-67: 169-73