Rabu, 05 Mei 2010

Bab I

Laporan pendahuluan


I.   POLIP HIDUNG

A. Definisi
Polip nasi adalah massa lunak yang tumbuh di dalam rongga hidung. Kebanyakan polip berwarna putih bening atau keabu – abuan, mengkilat, lunak karena banyak mengandung cairan (polip edematosa). Polip yang sudah lama dapat berubah menjadi kekuning – kuningan atau kemerah – merahan, suram dan lebih kenyal (polip fibrosa).
Polip kebanyakan berasal dari mukosa sinus etmoid, biasanya multipel dan dapat bilateral. Polip yang berasal dari sinus maksila sering tunggal dan tumbuh ke arah belakang, muncul di nasofaring dan disebut polip koanal.


B. Etiologi
Polip hidung biasanya terbentuk sebagai akibat reaksi hipersensitif atau reaksi alergi pada mukosa hidung. Peranan infeksi pada pembentukan polip hidung belum diketahui dengan pasti tetapi ada keragu – raguan bahwa infeksi dalam hidung atau sinus paranasal seringkali ditemukan bersamaan dengan adanya polip. Polip berasal dari pembengkakan lapisan permukaan mukosa hidung atau sinus, yang kemudian menonjol dan turun ke dalam rongga hidung oleh gaya berat. Polip banyak mengandung cairan interseluler dan sel radang (neutrofil dan eosinofil) dan tidak mempunyai ujung saraf atau pembuluh darah. Polip biasanya ditemukan pada orang dewasa dan jarang pada anak – anak. Pada anak – anak, polip mungkin merupakan gejala dari kistik fibrosis.
Yang dapat menjadi faktor predisposisi terjadinya polip antara lain :
1. Alergi terutama rinitis alergi.
2. Sinusitis kronik.
3. Iritasi.
4. Sumbatan hidung oleh kelainan anatomi seperti deviasi septum dan hipertrofi konka.

C. Patofisiologi
Pada tingkat permulaan ditemukan edema mukosa yang kebanyakan terdapat di daerah meatus medius. Kemudian stroma akan terisi oleh cairan interseluler, sehingga mukosa yang sembab menjadi polipoid. Bila proses terus berlanjut, mukosa yang sembab makin membesar dan kemudian akan turun ke dalam rongga hidung sambil membentuk tangkai, sehingga terbentuk polip.
Polip di kavum nasi terbentuk akibat proses radang yang lama. Penyebab tersering adalah sinusitis kronik dan rinitis alergi. Dalam jangka waktu yang lama, vasodilatasi lama dari pembuluh darah submukosa menyebabkan edema mukosa. Mukosa akan menjadi ireguler dan terdorong ke sinus dan pada akhirnya membentuk suatu struktur bernama polip. Biasanya terjadi di sinus maksila, kemudian sinus etmoid. Setelah polip terrus membesar di antrum, akan turun ke kavum nasi. Hal ini terjadi karena bersin dan pengeluaran sekret yang berulang yang sering dialami oleh orang yang mempunyai riwayat rinitis alergi karena pada rinitis alergi terutama rinitis alergi perennial yang banyak terdapat di Indonesia karena tidak adanya variasi musim sehingga alergen terdapat sepanjang tahun. Begitu sampai dalam kavum nasi, polip akan terus membesar dan bisa menyebabkan obstruksi di meatus media.

II. Anastesi umum
Anastesi umum adalah tindakan menghilangkan rasa nyeri/sakit secara sentral disertai hilangnya kesadaran dan dapat pulih kembali (reversibel). Komponen obat anestesi ideal (trias anestesi) terdiri dari hipnotik analgesia dan releksasi otot, didapatkan menggunakan obat-obatan yang berbeda secarah terpisah. Teknik ini sesuai untuk prosedur pembedahan tertentu untuk mengendalikan pernapasan. Dalam anestesi umum pasien dapat bernafas spontan, dibantu atau dikontrol oleh anestesiologis. Prosedur pembedahan yang memerlukan pelumpuhan otot seperti bedah thorax, atau bedah abdomen yang luas diperlukan control pernapasan yang adekuat. Sementara itu untuk pembedahan dimana pasien masih sufisien untuk bernapas spontan, sehingga relaksan otot tidak diperlukan lagi dan dapat menghemat biaya anestesi. Sebagian besar obat-obat anestesi menyebabkan depresi fungsi respirasi secara sentral. Anestesi umum dibagi menjadi 2 menurut cara pemberiannya yaitu pemberian secara intravena dan secara inhalasi.
A.    Anestesi Inhalasi
Obat anestesi inhalasi yang pertama kali digunakan untuk membantu pembedahan adalah N2O, kemudian menyusul eter, kloroform, etil klorida, etilen, sikloropan, trikloro etilen, fluoroksan, etil-vinil-eter, halotan, metoksifluran, enfluran, isofluran, desfluran, dan sevofluran. Halotan digunakan untuk menginduksi dan mempertahankan anestesi. Penggunaan halotan merupakan kontra indikasi pada pasien kelainan jantung (hipotensi, aritmia), gangguan hepar, dan demam tinggi, sebelumnya ada riwayat hiperpireksia (suhu badan melebihi 41,1 derajat celcius) ganas atau rentan terhadap hipertermia malignan. Induksi : 2-4 % halotan (anak-anak 1,5-2 % halotan) dalam O2 atau O2/N2O. Hal-hal ini yang perlu diperhatikan adalah :
a. hindari penggunaan berulang dalam jangka waktu 3 bulan
b. gunakan hiperventilasi sedang selama bedah saraf
c. pastikan kecukupan ventilasi ruangan
d. hindari pemakaian pada kehamilan dan menyusui
e.dapat mengganggu kemampuan mengendrai kendraan dan mengoperasikan mesin.
f. fekromositoma, myastenia gavis.
Interaksi obat :
a. mempotensiasi aksi relaksan otot non depolarisasi
b. meningkatkan efek relaksan otot aminoglikosida
c. meningkatkan sensitifitas miokardium terhadap adrenalin, simtomitetika lainnya, aminofilin dan theofilin, anti depresan trisiklik.
d. memperparah hipotensi yang disebabkan oleh efek pemblokan ganglionik tubokurarin.


Efek samping halotan :
a. bradikardi dan hipotensi selama induksi
b. aritmia jantung selama anestesi
c. hiperpireksia ganas jarang terjadi
d. kerusakan hati
e. menggigil selama pemulihan
f. mual dan muntah setelah operasi
B. Anestesi Intravena
Anestesi intravena selain untuk induksi juga dapat dipakai untuk rumatan, tambahan analgesi regional atau membantu prosedur diagnostic. Obat-obatan yang sering dipakai adalah thiopental, ketamin, propofol, dan opioid.
Ketamin dapat menyebabkan takikardia, hipertensi, hipersalivasi, nyeri kepala, dan pasca anestesi dapat menyebabkan mual muntah, pandangan kabur, dan mimpi buruk (halusinasi). Sehingga kontra indikasi untuk pasien hipertensi. Bila hendak diberikan sebelumnya sebaiknya diberikan sedasi (midazolam).
Propofol dikemas dalam cairan emulsi lemak berwarna putih susu bersifat isotonic dan hanya boleh diencerkan dengan menggunakan dekstrose 5%. Untuk induksi, opioid (morfin, petidin, pentanil) diberikan dalam dosis tinggi. Opioid tidak mengganggu kardiovaskuler, sehingga sering digunakan untuk induksi pasien dengan kelainan jantung.
   
III. Intubasi ETT
Intubasi trakea  adalah tindakan memasukkan pipa endrotrakeal kedalam trakea sehingga jalan nafas bebas hambatan dan nafas mudah dibantu dan dilkendalikan.
A. Tujuan :
a. Membersihkan saluran trakeabronkial
b. Mempertahankan jalan napas agar tetap adekuat
c. Mencegah aspirasi
d. Mempermudah pemberian ventilasi dan oksigenisasi
B. Indikasi :
a. Tindakan resusitasi
b. Tindakan anestesi
c. Pemeliharaan jalan napas
d. Pemberian ventilasi mekanis jangka panjang
C. Persiapan set intubasi :
Sebelum mengerjakan intubasi dapat diingat kata STATICS
S          = Scope, Laringoscop dan Stetoskop
T          = Tubes, Pipa Endotrakeal
A          = Air Way, Pipa oroparing/Nosoparing, Ambubag
T          = Tape, Plester
I           = Indroducer, Stilet , Mandrin
C         = Conektor/sambungan-sambungan
S          = Suction, Penghisap Lendir

a. Laringoskop
- Blade lengkung (macintos) biasa digunakan laringoscop
  dewasa
- Blade lurus, laringoskopi dengan blode lurus (misalnya
  blade magill). Biasanya digunakan pada bayi dan anak.
b. Pipa Endotrakeal
Terbuat dari karet atau plastik, pipa plastik yang sekali pakai untuk operasi tertentu, misalnya didaerah kepala dan leher dibutuhkan pipa yang tidak bisa tertekuk yang mempunyai spiral nilon atau besi. Untuk mencegah kebocoran balon (cuff) pada ujung distal . pada anak-anak pipa endotrakeal tanpa balon. Ukuran laki-laki dewasa berkisar 8,0-9,0 mm, wanita 7,5-8,5 mm. untuk intubasi oral panjang pipa yang masuk 20-23 cm. 
c. Pipa orofaring/nasoparing
Alat ini dugunakan untuk mencegah obstruksi jalan nafas karena jatuhnya lidah.
d. Plester, untuk memfiksasi pipa trakea setelah tindakan intubasi
e. Stilet atau forcep intubasi
Digunakan untuk mengatur kelengkungan pipa endotrakeal sebagai alat bantu saat insersi pipa. Forcep intubasi (magill/digunakan untuk memanipulasi pipa endotrakeal nasal atau pipa nasogastrik melalui orofaring
e.    Alat penghisap (suction ).digunakan untuk membersihkan jalan napas



D. Komplikasi :
Komplikasi tindakan intubasi trakea dapat terjadi saat dilakukan tindakan laringoskopi dan intubasi. Selama pipa endotrakal dimasukkan dan setelah extubasi. 


A. Komplikasi tindakan laringoskopi dan intubasi :
1. Malposisi : intubasi esopagus, intubasi endobrokial malposisi laryngeal cuff.
2. Trauma jalan napas: kerusakan gigi, laserasi bibir, lidah atau mukosa mulut, 
    cedera  tenggorok, dislokasi mandibula, dan diseksi retrofaringeal.
3. Gangguan refleks : hipertensi, takikardi, tekanan intra kranial  meningkat,
     tekanan intra okular meningkat ,spasme laring.
4. Malfungsi tuba : perforasi cuff.

B. Komplikasi pemasukan pipa endotrakeal :
1. Malposisi : ekstubasi yang terjadi sendiri, intubasi ke endobronkial,   malposisi laryngeal cuff.
2. Trauma jalan nafas : inflamasi dan ulserasi mukosa, serta ekskoriasi kulit    hidung
3. Malfungsi tube : obstruksi.

C. Komplikasi setelah ekstubasi :
1. Trauma jalan nafas : edema dan stenosis (glotis, subglotis atau trakhea), suara serak/parau ( granuloma atau paralisis pita suara ), malfungsi dan aspirasi laring.
2. Gangguan refleks : spasme laring.





Bab II  
Tinjauan Kasus

I.  Pengkajian Keperawatan
A.   Identitas Pasien
Nama                           : Nn. I
Umur                           : 26 th
Jenis Kelamin  : Perempuan
Pekerjaan                    : Wiraswasta
Agama                         : Islam
Alamat                         : Jln. Mitagen, borangan manisrengo klaten
No. RM                        : 1465232
Tanggal Masuk RS      : 18 April 2010
Diagnosa Medis          : Polip nasi dextra
BB                               : 62 Kg

B.   Anamnesa
Data diambil dari rekam medis pada tanggal 27 April 2010 dan auto anamnesa.
-        Keluhan utama : Adanya benjolan lunak pada rongga hidung.
-        Riwayat penyakit sekarang : Mengeluh hidung buntu, sering meler, bau ( - ), berlendir encer ( + ),pusing ( + ) dan kadang-kadang bersin.
-        Riwayat penyakit dahulu : Hidung sering buntu kira2 6 thn terakhir, kedua hidung secret encer.
-        Riwayat kebiasaan sehari-hari : Tidak merokok, tidak minum alcohol, tidak pernah minum obat-obat penenang,narkotik.
-        Riwayat kesehatan keluarga : Tidak ada menderita kelainan seperti hipertensi maligna, sesak napas, kencing manis, penyakit jantung, alergi obat dan tidak ada menderita penyakit yang sama.

C.   Pemeriksaan Fisik
Keadaan umum                   : Baik
Kesadaran                           : Compos mentis, GCS : E4, V5, M6, jumlah 15.
Vital Sign                              : TD = 120/80 mmHg, Nadi = 88x/mnt,
RR = 24x/mnt, T = 36,5 0 C, BB: 62 Kg.
Status Generalis
1. Pemeriksaan Kepala
- Bentuk kepala     : Mesochepal, simetris.
- Rambut               : Warna hitam, bersih.
- Nyeri tekan          : Tidak ada
2. Pemeriksaan Mata 
- Palpebra             : Edema ( - ), ptosis (-/-)
- Konjunctiva         : tidak anemis
- Sklera                  : tidak ikterik
- Pupil                    : Reflek cahaya (+/+), isokor Ø 3 mm.
3. Pemeriksaan Telinga
- Otore (-/-), deformitas (-/-), nyeri tekan (-/-)
4. Pemeriksaan Hidung
- Napas cuping hidung (-/-), deformitas (-/-), rinore (-/-),
- sumbatan (+/-)
5. Pemeriksaan Mulut dan Faring
- Bibir sianosis (-), lidah tak ada kelainan: dbn, gigi   palsu (-)
- kesulitan buka mulut (-), uvula jelas kelihatan,
- gigi masih lengkap.
6. Pemeriksaan Leher
- Deviasi trakea (-)
- Kelenjar lympha : Tidak membesar, nyeri (-)
- JPV tidak meningkat
- Tidak ada gangguan fleksi extensi leher
7. Pemeriksaan Dada
a). Paru-paru
·         Inspeksi       : Simetris ki/ka, retraksi (-), ketinggalan gerakan (-)
·         Palpasi        : Vokal fremitus kanan dan kiri sama
·         Perkusi        : Sonor pada seluruh lapang paru
·         Aauskultasi: Suara dasar Vesikuler (+/+), Wheezing (-/-),Ronki (-/-)